21 Agu 2014

Mengatasi Masalah Kehidupan

Kita harus mengerti bahwa setiap pencobaan memiliki tujuan untuk memperbesar kapasitas atau daya tampung kita!

Bagaimana pun juga ingatlah, semuanya itu pada satu hari kelak akan selesai, sebesar apa pun pencobaan atau masalah kehidupan kita. Hal ini akan membuat materai tertentu di hati kita atau termeterai dalam hati kita.

Oleh karena itu pesan saya adalah apa pun yang Tuhan limpahkan dalam kehidupan kita, janganlah akhirnya kita terikat dengan harta duniawi, namun biarkanlah hati kita melekat hanya kepada Tuhan, dan bukan melekat kepada dunia!

Sebab pada hari Tuhan Yesus datang, sebenarnya yang menimbang itu adalah hati kita sendiri.
Apakah kita inginkan Tuhan, ataukah kita inginkan dunia?

Apabila pada hari-hari itu, hati Anda lebih cenderung kepada dunia maka sekuat apa pun “tarikan” Tuhan untuk membawa Anda naik pada hari kedatangan-Nya maka tarikan Tuhan itu tidak akan cukup kuat menarik Anda, sebab hati Anda lebih melekat kepada dunia. Dan hal inilah yang membuat seseorang tertinggal di hari kedatangan-Nya!

Oleh karena itu, janganlah biarkan hati Anda melekat kepada dunia, tetapi fokuskanlah dan biarkanlah hati Anda melekat kepada Tuhan! Dan itu akan menjadi kita semua umat yang layak bagi kedatangan-Nya kelak.

Pencobaan adalah sebuah salah bentuk untuk melihat ke dalam hati kita, sebab lewat pencobaan akan menunjukkan siapa kita sebenarnya. Apakah orang yang mengasihi Tuhan, yang hatinya melekat kepada Tuhan atau kepada dunia…

Yakobus 1:2-4

Saudara- saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai- bagai pencobaan, 3 sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. 4 Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.
Adalah sulit untuk bisa menganggap sebagai suatu kebahagiaan apabila kita sedang menghadapi pencobaan atau masalah dalam hidup ini, seperti mengadapi problem keuangan, problem rumah tangga, problem ditinggal oleh orang yang dikasihi, problem sakit penyakit, problem-problem kehidupan yang berat…

Mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk menganggap sebagai suatu kebahagiaan apabila kita sedang mengalami pencobaan?

Ingatlah tidak ada kemenangan tanpa peperangan!
Dan tidak akan ada peperangan tanpa musuh kehidupan (pencobaan). Ketika musuh kehidupan itu muncul di depan Anda, ketahuilah bahwa itulah cara Tuhan mengumumkan: Mujizat dan Kemenangan-Nya yang ajaib akan segera datang dalam hidup kita.
Ingatlah ukuran musuh kehidupan Anda adalah sebuah petunjuk tentang ukuran kebesaran Anda di masa depan yang Tuhan sediakan bagi Anda!
Kita ingin agar Tuhan menyusutkan ukuran musuh kehidupan kita, jikalau boleh cukuplah sebesar “kurcaci” atau orang kerdil, tetapi Tuhan berkata: “TIDAK!” Jikalau Aku harus menyusutkan ukuran musuhmu maka Aku pun harus menyusutkan ukuran masa depanmu. Aku tidak mau menyusutkan ukuran masa depanmu. Aku sudah menetapkan sebuah rancangan masa depan dengan yang penuh harapan, besar dan tidak terduga bagi Anda.

Yeremia 29:11

Sebab Aku ini mengetahui rancangan- rancangan apa yang ada pada- Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Kisah Daud dan Goliat.

Daud yang kecil melawan Goliat yang raksasa, namun Daud tidak pernah mengeluh tentang betapa besarnya Goliat itu.
Cobalah Anda bayangkan apabila Goliat hanyalah seorang kurcaci, orang kerdil, maka Daud tidak akan pernah masuk ke istana raja, menjadi seorang panglima perang dan raja Israel. Faktanya Goliat adalah raksasa. Daud berhasil menaklukkan Raksasa, itulah alasannya ia diangkat menjadi raja!

Ingatlah akan hal ini, yaitu sebelum Tuhan memakai Anda atau mengangkat hidup Anda maka ia akan munculkan “musuh kehidupan” supaya Anda pantas menerimanya!

Kata “pencobaan” di sini adalah sebuah ujian atau testing yang bertujuan untuk mengukur kapasitas atau daya tampung seseorang!

Pencobaan di sini bukanlah untuk menghancurkan (destroy) namun untuk membangun (develop) Anda
(dibaca: Mazmur 34:19-21).

Seperti halnya tiang pancang, akan mengalami uji beban (loading test), di mana seorang insinyur akan menaruh beban yang besar ke atas tiang pancang tersebut! Maksud dan tujuan test ini bukanlah untuk menghancurkan tiang pancangnya namun untuk mengukur daya tahan tiang pancang itu untuk menahan dan mengangkat beban di atasnya agar dapat dibangun sebuah bangunan besar yang indah dan kokoh!

Oleh karena Tuhan tidak akan pernah memberikan berkat-Nya yang ajaib itu tanpa melengkapi kita lebih dahulu dengan karakter dan kapasitas tertentu maka kita harus belajar bersukacita dan berbahagia apabila kita sedang berada di dalam pencobaan (problem).

Kita mengerti bahwa Tuhan punya ALASAN mengapa pencobaan itu harus kita alami sekarang! Tuhan punya CARA yang ajaib untuk menolong kita keluar dari krisis atau masalah ini! Dan Tuhan pun punya WAKTU-Nya yang tepat untuk memberikan pertolongan sehingga kita melihat mujizat itu nyata!

Kita tahu bahwa setiap masalah atau pencobaan adalah ujian untuk memperbesar kapasitas dan daya tampung kita untuk menerima berkat terbaik dari Tuhan bagi hidup kita!

27 Jul 2014

10 Alasan mengapa Allah mengijinkan penderitaan

10 Alasan Mengapa Allah Mengijinkan Penderitaan  

Oleh: C.S. Lewis
Pemikir Kristen C.S. Lewis menulis tentang “Masalah dengan rasa sakit” Mengapakah Allah yang begitu baik mengijinkan dunia yang penuh dengan penderitaan? Di tulisan ini, Radio Bible Class menawarkan 10 alasan yang membuat kita berpikir lebih dalam, untuk menambatkan iman kita didalam kesedihan yang ada disekitar kita.

1. Penderitaan datang dari kebebasan untuk memilih

Orang tua yang mencintai anaknya akan berusaha melindungi anak mereka dari rasa sakit yang sia-sia. Tetapi orang tua yang bijaksana tahu bahaya dari tindakan terlalu melindungi. Mereka tahu bahwa kebebasan untuk memilih adalah hal dasar di setiap manusia, dan sebuah dunia tanpa kebebasan untuk memilih akan menjadi lebih kacau dari dunia tanpa kesusahan. Yang lebih parah lagi adalah dunia dimana orang-orang didalamnya dapat memilih pilihan yang salah tanpa merasakan akibatnya. Tak ada orang yang lebih berbahaya daripada seorang pembohong, pencuri atau pembunuh yang tidak merasakan akibat buruk dari yang ia lakukan pada dirinya dan pada diri orang lain. (Kejadian 2:15-17)

2. Rasa sakit dapat menandakan bahaya sudah dekat.

Kita benci rasa sakit, terutama di diri orang-orang yang kita cintai. Tetapi tanpa rasa tidak nyaman, orang yang sakit tidak akan menemui dokter. Badan yang capai tidak akan mendapatkan istirahat. Orang2 jahat tidak akan takut akan hukum. Anak-anak akan menertawakan koreksi. Tanpa rasa sakit dari kesadaran kita, rasa kebosanan sehari-hari atau rasa kosong untuk sesuatu yang berarti, manusia yang diciptakan untuk mencari kepuasan didalam Allah yang di surga akan puas dengan sesuatu yang tidak sepadan dengan Allah. Contohnya adalah raja Salomo, ia dibutakan dengan kesenangan dan dihajar dengan rasa sakitnya, menunjukkan kepada kita bahwa bahkan orang-orang yang paling bijaksana sekalipun suka condong menjauh dari kebaikan dan dari Tuhan sampai ditahan dengan rasa sakit yang berasal dari pilihan kita sendiri yang kurang matang. (Pengkotbah 1-12; Mazmur 78:34-35; Romans 3:10-18)

3. Penderitaan membuka apa isi hati kita.

Penderitaan seringkali disebabkan oleh orang lain. Tetapi penderitaan mempunyai jalan untuk menunjukkan kita kepada apa yang ada didalam hati kita sendiri. Kapasitas untuk rasa cinta, belas kasihan, kemarahan, rasa iri dan sombong dapat tidak diketahui sampai situasi yang membangunkannya. Kekuatan dan kelemahan dari hati kita tidak dapat kita ketahui ketika situasi kita menyenangkan, tetapi ketika api penderitaan dan cobaan mencobai quality dari karakter kita. Seperti halnya emas dan perak yang dibuat lebih sempurna dalam perapian, dan seperti batu bara yang perlu waktu dan tekanan untuk menjadi berlian, hati manusia menjadi terbuka dan tumbuh dengan menjalani tekanan dan panas dari waktu dan situasi. Kekuatan dari satu karakter tidak terlihat ketika semua hal berjalan lancar di dunia kita tetapi didalam keberadaan dari rasa sakit dan penderitaan. (Ayub 42:1-17; Roma 5:3-5; Yakobus 1:2-5; I Petrus 1:6-8)

4. Penderitaan membawa kita ke pinggir dunia kekal

Jika kematian adalah akhir dari segalanya, maka kehidupan yang penuh dengan kesusahan adalah sesuatu yang tidak adil. Tetapi jikalau akhir dari hidup ini membawa kita ke tepi hidup yang kekal, maka orang-orang yang paling beruntung di jagat raya ini adalah mereka yang menemukan, melalui penderitaan, bahwa kehidupan ini bukanlah semuanya yang kita harapkan. Mereka yang menemukan diri mereka sendiri dan Allah yang kekal melalui penderitaan tidak menyia-nyiakan rasa sakit mereka. Mereka telah membiarkan kemiskinan, rasa sakit dan lapar mendorong mereka kepada Allah yang kekal. Mereka adalah orang-orang yang akan menemukan rasa kebahagiaan yang tidak ada akhirnya. Inilah mengapa Tuhan Yesus mengatakan, “Berbahagialah mereka yang miskin karena mereka memiliki kerajaan surga“ (Matius 5:3, lihat juga Roma 8:18-19)

5. Rasa sakit mengendurkan pegangan kita akan kehidupan saat ini.

Dalam waktu tertentu, pekerjaan kita dan pendapat kita makin jarang dicari orang. Badan kita menjadi cepat letih. Perlahan-lahan mereka menjadi tidak dapat dihandalkan lagi. Sendi-sendi badan menjadi kaku dan sakit. Penglihatan menjadi buram. Pencernaan menjadi lambat. Tidur menjadi sulit. Masalah menjadi banyak dimana pilihan menjadi sedikit.
Tetapi, jikalau kematian bukanlah yang terakhir tetapi batas dari hari yang baru, maka kutukan dari usia lanjut adalah sesuatu berkat. Rasa sakit yang baru membuat dunia ini menjadi kurang menarik dan kehidupan selanjutnya lebih menarik. Dalam caranya yang tersendiri, rasa sakit membuka jalan untuk keberangkatan yang ……(Pengkotbah 12:1-14)

6. Penderitaan memberi kesempatan untuk menaruh iman kepada Tuhan.

Orang yang paling kita kenal sebagai penerima penderitaan yang paling besar adalah Ayub. Menurut alkitab, Ayub kehilangan keluarganya didalam perang, kekayaannya kepada angin dan api dan kesehatannya kepada bisul yang sangat menyakitkan. Di tengah-tengah kondisinya, Tuhan tidak pernah mengatakan kepada Ayub mengapa penderitaannya terjadi. Sementara Ayub menerima tuduhan-tuduhan dari teman-temannya, surga tetaplah sunyi. Ketika Tuhan akhirnya berbicara, Ia tidak mengatakan bahwa musuhNya yaitu setan telah menantang motivasi Ayub untuk melayani Tuhan. Tuhan juga tidak meminta maaf karena telah membiarkan setan untuk mencobai ketaatan Ayub pada Tuhan. Tetapi, Tuhan berkata-kata tentang kambing gunung yang melahirkan anaknya, singa muda yang berburu dan burung rajawali disarangnya. Ia berkata-kata tentang sifat-sifat burung onta, kekuatan dari lembu. Ia berkata-kata tentang keajaiban dari surga, keagungan dari laut dan pergantian musim. Ayub dibiarkan untuk mengambil kesimpulan bahwa kalau Tuhan mempunyai kekuatan dan kebijakan untuk menciptakan jagat raya ini, ia mempunyai alasan yang baik untuk mempercayai Tuhan yang sama didalam penderitaannya. (Ayub 1-42)

7. Tuhan menderita bersama kita di dalam penderitaan kita.

Tidak ada seorang pun yang lebih menderita daripada Bapa kita di surga. Tidak ada seorang pun yang pernah membayar harga yang begitu mahalnya untuk dosa yang sudah masuk di dunia. Tidak ada seorang pun yang terus menerus disakitkan karena umat manusia sudah jatuh. Tidak ada seorang pun yang sudah menderita seperti Ia yang membayar dosa-dosa kita dalam bentuk tubuh yang disalibkan. Tidak ada seorang pun yang lebih menderita daripada Ia yang ketika membuka tanganNya dan mati, menunjukkan bagi kita betapa kasihNya kepada kita. Allah yang inilah, yang memanggil kita kepadaNya, meminta kita untuk percaya kepadaNya ketika kita mengalami penderitaan dan ketika orang-orang disekitar kita menangis didepan kita. (I Petrus 2:21, 3:18, 4:1)

8. Hiburan Tuhan adalah lebih besar daripada penderitaan kita.

Rasul Paulus meminta kepada Allah untuk mengambil satu sumber penderitaan yang tidak dijelaskan di alkitab. Tetapi Tuhan menolak dan mengatakan, “AnugrahKu adalah cukup bagimu, karena kekuatanKu dibuat sempurna dalam kelemahan.” “Karena itu,” kata Paulus, “Aku akan …… “ (2 Korintus 12:9-10) Paulus mengetahui bahwa ia lebih senang bersama dengan Tuhan disaat penderitaan daripada tanpa Tuhan dalam kesehatannya dan situasi yang menyenangkan.

9. Di dalam krisis, kita menemukan satu dengan yang lainnya.

Tidak ada seorangpun yang akan memilih untuk menderita. Tetapi ketika pilihan tidak memungkinkan, masih ada jalan lain yaitu penghiburan. Bencana alam dan waktu-waktu krisis dapat mendekatkan kita kepada sesama kita. Angin ribut, kebakaran, gempa bumi, kekacauan masyarakat, penyakit dan kecelakaan mempunyai caranya sendiri untuk membuat kita sadar akan situasi kita yang sebenarnya. Tiba-tiba kita menyadari bahwa kita adalah manusia lemah dan bahwa saudara-saudara kita adalah lebih penting daripada barang-barang yang kita miliki atau ingini. Kita sadar bahwa kita butuh satu dengan yang lainnya dan lebih dari segalanya, kita butuh Tuhan.
Setiap saat kita menemukan penghiburan Tuhan didalam penderitaan kita, kapasitas kita untuk membantu orang lain bertambah. Inilah yang Rasul Paulus maksudkan ketika ia berkata, “Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kitaYesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah.” II Korintus 1:3-4.

10. Allah dapat menjadikan penderitaan untuk kebaikan kita.

Kebenaran ini paling baik dilihat dari contoh-contoh yang diberikan di alkitab. Dalam penderitaan Ayub, kita bisa melihat seseorang yang tidak hanya kemudian mempunyai pengertian yang lebih lagi tentang Allah, tetapi juga seseorang yang dapat menghibur dan menguatkan keturunan-keturunannya. Dari penolakan, pengkhianatan, perbudakan dan kesalahan pemenjaraan seseorang bernama Yusuf, kita melihat seseorang yang akhirnya dapat berkata kepada mereka yang menyakitkannya, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, …” (Kejadian 50:20)
Ketika semua di dalam diri kita berteriak kepada surga karena membiarkan penderitaan, kita mempunyai alasan untuk melihat kepada hasil kekal dan kebahagiaan Yesus yang didalam penderitaanNya sendiri di kayu salib berkata, “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46)
Anda tidak sendiri jika ketidakadilan dan penderitaan hidup membuat anda tidak yakin kalau Bapa yang disurga perduli pada anda. Tetapi pikirkan kembali penderitaan dari Dia yang disebut oleh nubuatan Yesaya “seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan.” (Yesaya 53:3). Bayangkanlah punggungnya yang penuh dengan luka cambuk, keningNya yang berdarah, tangan dan kakiNya yang berdarah terkena paku salib, lambungnya yang ditusuk, kesengsaraanNya di taman Getsemani dan tangisNya karena Ia merasa ditinggal oleh Bapa yang disurga. Pikirkan bahwa Yesus mengatakan bahwa Ia menderita bukan karena dosaNya, tetapi karena dosa kita semua. Karena Ia memberikan kita kebebasan untuk memilih, Ia membiarkan kita menderita. Tetapi Ia sendirilah yang sebenarnya menanggung hukuman dan rasa sakit dari semua dosa-dosa kita. (2 Korintus 5:21; 1 Petrus 2:24)
Ketika Anda mengerti alasan mengapa Tuhan menderita, jangan lupa bahwa Alkitab mengatakan bahwa Tuhan Yesus mati untuk dosa-dosa kita, dan mereka yang percaya dalam hatinya bahwa Allah telah mengangkatnya dari antara orang-orang mati akan selamat (Roma 10:9-10). Pengampunan dan kehidupan yang kekal Tuhan Yesus tawarkan bukanlah suatu hadiah akan keberhasilan kita tetapi hadiah untuk semua yang berdasarkan fakta-fakta yang ada, yakni percaya kepadaNya.

30 Mei 2014

Kapan / Bagaimana kita menerima Roh Kudus?

Jawaban: Rasul Paulus dengan jelas mengajarkan bahwa kita menerima Roh Kudus pada saat kita percaya pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita. 1 Korintus 12:13 mengatakan, “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” Roma 8:9 memberitahu kita bahwa jika seseorang tidak memiliki Roh Kudus, dia bukan milik Kristus - “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” Efesus 1:13-14 mengajar kita bahwa Roh Kudus adalah meterai keselamatan bagi setiap orang yang percaya, “Di dalam Dia kamu juga—karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu—di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.”

Dari ketiga ayat Alkitab ini jelas bahwa Roh Kudus pastilah diterima pada saat keselamatan. Paulus tidak bisa mengatakan bahwa kita semua telah dibaptiskan oleh satu Roh dan semua minum dari satu Roh jika tidak semua orang percaya di Korintus memiliki Roh Kudus. Roma 8:9 bahkan lebih tegas. Jika seseorang tidak memiliki Roh Kudus, dia bukan milik Kristus. Memiliki Roh Kudus adalah tanda pengenal dari keselamatan. Selanjutnya, Roh Kudus tidak mungkin menjadi ”meterai keselamatan” (Efesus 1:13-14) jika Roh Kudus tidak diterima pada saat keselamatan. Banyak ayat Alkitab yang jelas sekali memperlihatkan bahwa keselamatan kita terjamin pada saat kita menerima Kristus sebagai Juruselamat.

Diskusi ini kontroversial karena pelayanan Roh Kudus sering disalah mengerti. Penerimaan/berdiamnya Roh Kudus terjadi pada momen keselamatan. Kepenuhan Roh Kudus adalah suatu proses yang terus berlanjut dalam kehidupan Kristiani. Walaupun kami percaya bahwa baptisan Roh Kudus juga terjadi pada momen keselamatan, ada orang-orang Kristen lainnya yang tidak percaya hal itu. Akibatnya, kadang-kadang baptisan Roh dikacaukan dengan ”menerima Roh Kudus” sebagai sesuatu yang terjadi berikutnya sesudah orang diselamatkan. Sebagai kesimpulan, bagaimana kita menerima Roh Kudus? Kita menerima Roh Kudus dengan percaya pada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita (Yohanes 3:5-16). Kapankah kita menerima Roh Kudus? Roh Kudus menjadi milik kita secara permanen saat kita percaya.

Sumber: GotQuestions

Ikuti Seri Belajar Theologia secara Online di:
Http://www.TheologiaOnline.com

20 Mei 2014

Apakah ada yang disebut dengan kebenaran absolut/kebenaran universal?

Jawaban: Untuk dapat mengerti apakah ada yang dapat disebut sebagai kebenaran absolut/kebenaran universal, pertama-tama kita perlu mendefinisikan apakah kebenaran itu. Kebenaran didefinisikan dalam kamus sebagai “kesesuaian dengan fakta atau yang sebenarnya; pernyataan yang terbukti atau diterima sebagai benar; kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.” Saat sekarang ini sebagian orang mengatakan bahwa tidak ada realita yang sebenarnya, yang ada hanyalah persepsi dan opini. Di sisi lain, yang lain berargumentasi bahwa pasti ada realita yang absolut atau kebenaran absolut. Karena itu ketika mempertimbangkan pertanyaan apakah ada yang dapat disebut sebagai kebenaran absolut, kita menemukan dua pendapat yang bertolak belakang.

Pendapat yang satu mengatakan bahwa tidak ada apapun yang absolut yang mendefinisikan realita. Mereka yang berpegang pada pandangan ini percaya bahwa segala sesuatu adalah relatif dan karena itu tidak ada realitas yang sejati. Karena itu pada hakekatnya tidak ada sebuah otoritas apapun yang menentukan suatu tindakan positif atau negatif, benar atau salah. Pandangan ini tidak lebih dari “etika situasi” dalam bentuk yang paling utama. Tidak ada yang benar atau salah, dan karena itu yang benar adalah apa yang dianggap benar pada waktu itu. Tentulah model “etika situasi” semacam ini membawa kepada mentalitas dan cara hidup “apapun yang dirasa baik” yang memiliki dampak yang merusak masyarakat dan individu-individu.

Pandangan lain percaya bahwa benar-benar ada realita-realita atau standar absolut yang menentukan apa yang benar dan tidak benar. Karena itu suatu tindakan dapat dikatakan benar atau salah dengan membandingkannya dengan standar-standar yang absolut itu. Dapatkah Anda membayangkan kekacauan yang terjadi kalau saja tidak ada yang absolut, tidak ada realita? Ambil contoh hukum gravitasi. Kalau tidak ada yang absolut, suatu ketika Anda melangkah dan tahu-tahu terlempar tinggi ke udara, dan pada waktu lainnya, Anda sama sekali tidak dapat menggerakkan satu anggota tubuhpun. Tidak akan ada hukum-hukum sains, hukum-hukum fisika, segala sesuatu tidak akan ada artinya, dan tidak ada ukuran apapun, dan tidak ada yang benar dan salah. Betapa kacaunya; namun syukurlah kebenaran yang absolut itu ada, dapat ditemukan dan dipahami.

Bahwa ada orang yang membuat pernyataan bahwa tidak ada kebenaran mutlak sebenarnya adalah sesuatu yang tidak logis. Namun hari ini banyak orang yang memegang relativisme budaya yang pada hakekatnya menolak segala jenis kebenaran absolut. Pertanyaan yang bagus untuk ditanyakan pada orang yang mengatakan, “tidak ada kebenaran yang absolut” adalah: “Apakah Anda yakin secara mutlak?” Adalah tidak logis untuk membuat pernyataan seperti itu karena pernyataan yang absolut pada dirinya sendiri menolak segala yang absolut. Pada dasarnya pernyataan itu mengatakan bahwa tidak adanya kebenaran absolut adalah satu-satunya kebenaran absolut.

Ada beberapa masalah logis yang harus diatasi untuk menerima atau percaya bahwa tidak ada kebenaran absolut/kebenaran universal. Masalah pertama adalah kontradiksi dengan diri sendiri. Hal ini dapat disaksikan dari pertanyaan di atas dan kenyataan bahwa mereka yang bersiteguh bahwa tidak ada yang absolut pada kenyataannya percaya pada hal-hal yang absolut. Mereka yakin secara mutlak bahwa tidak ada yang mutlak. Filsafat semacam ini mengalahkan diri sendiri dan bertentangan dengan diri sendiri. Pernyataan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang absolut adalah bertentangan dengan apa yang mereka katanya percaya.

Masalah kedua dengan penolakan akan kebenaran absolut/kebenaran universal ini adalah fakta bahwa semua orang memiliki pengetahuan yang terbatas. Sebagai manusia dengan pengetahuan yang terbatas, kita tidak dapat secara logis membuat pernyataan negatif yang absolut. Misalnya: seseorang tidak bisa mengatakan secara logis: “Tidak ada Tuhan” (walaupun banyak yang melakukan hal ini), karena untuk mengatakan tidak ada Tuhan, mereka perlu memiliki pengetahuan absolut mengenai segenap alam semesta dari mula sampai akhirnya. Ketika orang mengatakan tidak ada Tuhan atau tidak ada kebenaran yang absolut (yang pada dasarnya adalah sama), secara rationil dan logis yang dapat mereka katakan adalah, “Dengan pengetahuan terbatas yang saya miliki, saya tidak percaya bahwa Tuhan itu ada,” atau “Dengan pengetahuan terbatas yang saya miliki saya tidak percaya bahwa ada sesuatu yang benar secara absolut.”

Masalah ketiga dengan penolakan atas kebenaran absolut/kebenaran universal adalah fakta bahwa hal itu tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui dalam hati nurani kita, pengalaman kita, dan apa yang kita lihat dalam “dunia yang nyata.” Kalau tidak ada kebenaran absolut, maka tidak ada yang betul-betul salah atau benar mengenai apapun. Apa yang mungkin “benar bagi Anda” tidak berarti “benar bagi saya.” Sekalipun di atas permukaan model relativisme semacam ini sangat menarik, kalau ini diteruskan sampai pada kesimpulannya yang logis, akhirnya akan terbukti dapat menimbulkan bencana. Coba pertimbangkan kalau tidak ada kebenaran absolut dan segala sesuatu relatif (tidak ada standar apapun). Pada dasarnya yang terjadi adalah setiap orang menentukan peraturannya sendiri dan melakukan apa yang mereka anggap benar. Ini menimbulkan masalah saat apa yang dipandang benar oleh seseorang bertentangan dengan apa yang dipandang benar oleh orang lain. Contohnya: bagaimana kalau apa yang dianggap “benar bagi saya” adalah mengabaikan lampu lalulintas sekalipun sementara lampu merah? Dengan cara demikian, saya membahayakan hidup orang-orang lain. Atau saya beranggapan bahwa mencuri dari Anda itu baik dan Anda beranggapan bahwa itu tidak baik. Demikian pula seseorang mungkin saja memutuskan bahwa membunuh orang itu OK dan mulai berusaha membunuh semua orang yang mereka temui.

Jikalau tidak ada standar yang absolut, tidak ada kebenaran dan segalanya relatif, maka membunuh semua orang adalah sama benarnya dengan tidak membunuh semua orang. Mencuri sama benarnya dengan tidak mencuri. Kejam sama dengan tidak kejam. Betapa bahayanya akibat dari penolakan terhadap kebenaran absolut. Karena kalau tidak ada kebenaran absolut, tidak ada orang yang boleh mengatakan, “Kamu harus melakukan ini” atau “Kamu tidak boleh melakukan itu.” Kalau tidak ada kebenaran absolut, bahkan pemerintah sendiri tidak dapat atau tidak boleh memaksakan peraturan pada masyarakat. Dapatkah Anda melihat masalah yang akan terjadi? Kekacauan mutlak terjadi saat setiap orang melakukan apa yang benar dalam pandangan mereka. Jikalau tidak ada kebenaran mutlak, tidak ada standar benar atau salah yang harus kita pertanggungjawabkan, kita tidak akan pernah pasti mengenai apapun. Setiap orang bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan – membunuh, memperkosa, mencuri, berbohong, menipu, dll. dan tidak ada orang yang dapat mengatakan bahwa semua itu salah. Tidak akan ada pemerintah, tidak ada hukum, dan tidak ada keadilan karena orang bahkan tidak bisa mengatakan bahwa mayoritas berhak untuk membuat dan memaksakan hukum pada minoritas. Dunia tanpa yang mutlak adalah dunia yang paling mengerikan.

Zaman sekarang kita sering mendengar kalimat seperti “itu mungkin benar untuk kamu tapi tidak untuk saya.” Bagi mereka yang berpandangan bahwa tidak ada kebenaran absolut, kebenaran dipandang tidak lebih dari sekedar kegemaran pribadi atau sebuah sudut pandang, dan karena itu tidak boleh melampaui batasan-batasan pribadi. Karena itu tidak ada jawaban akhir terhadap makna hidup dan tidak ada harapan untuk hidup sesudah mati dalam bentuk apapun. Bentuk relativisme semacam ini mengakibatkan kekacauan agama, karena tidak ada satu agama yang benar, tidak ada satu jalan untuk memiliki hubungan yang benar dengan Allah. Karenanya semua agama salah karena mereka semua mengklaim mengajarkan atau percaya pada semacam hidup sesudah mati, semacam kebenaran absolut, Itu sebabnya bukan tidak lazim pada zaman sekarang bagi orang-orang untuk percaya bahwa dua agama yang bertentangan dapat sama-sama “benar” sekalipun keduanya mengklaim memiliki satu-satunya jalan ke surga atau mengajar dua “kebenaran” yang sama sekali bertolakbelakang. Orang-orang yang tidak percaya pada kebenaran yang absolut mengabaikan semua klaim ini dan memeluk universalisme yang lebih toleran yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan semuanya akan menuntun ke surga. Inilah sebabnya orang yang memeluk pandangan dunia semacam ni akan dengan keras melawan keKristenan injili yang percaya pada Alkitab yang mengatakan bahwa Yesus adalah “jalan, dan kebenaran, dan hidup.” Dan bahwa Dia adalah manifestasi paling utama dari kebenaran dan satu-satunya jalan ke Surga (Yohanes 14:6).

Sekalipun fakta bahwa menolak kebenaran absolut adalah tidak logis dan tidak masuk akal, pandangan bahwa “segalanya relatif” telah menjadi salah satu dari semboyan-semboyan dari generasi kita. Di banyak negara Barat, orang banyak menolak kemungkinan adanya kebenaran absolut. Hal ini mengakibatkan apa yang disebut oleh banyak orang sebagai masyarakat post-modernisme, yaitu masyarakat yang menganggap semua klaim yang berhubungan dengan nilai, kepercayaan, cara hidup dan kebenaran sebagai sama benarnya. Karena itu, mereka yang berpegang pada standar benar dan salah yang absolut dianggap kurang toleran dan sering dicela, dihina dan dikritik.

Kenyataannya toleransi telah menjadi sebuah nilai utama dalam masyarakan, satu-satunya yang absolut, dan karena itu hanya ada satu kejahatan, yaitu sikap tidak toleran. Dengan kata lain apa yang terjadi adalah sistim agama atau individu yang percaya pada dogma apapun – khususnya pada kebenaran mutlak – bersalah karena tidak toleran, dan satu-satunya yang tidak dapat diterima oleh masyarakat yang relatif dan mau benar secara politik adalah mereka yang percaya pada hal-hal yang absolut. Mereka yang menolak kebenaran yang absolut sering mengatakan bahwa boleh-boleh saja percaya apa yang Anda inginkan asal Anda tidak berusaha memaksakan kepercayaan Anda pada orang lain. Namun pandangan ini juga adalah pandangan yang percaya pada apa yang benar dan salah dan mereka yang berpegang pada pandangan ini tentulah berusaha menerapkan pandangan ini pada orang lain dan karena itu adalah munafik. Mereka menentukan standar tingkah laku yang mereka tuntut orang lain untuk ikuti dan karena itu melanggar apa yang mereka pura-pura pegang.

Pertanyaan yang butuh ditanyakan adalah mengapa mereka yang mempromosikan toleransi begitu tidak toleran terhadap orang-orang yang percaya pada kebenaran absolut? Dan mengapa orang begitu rela memeluk kepercayaan yang mengancam untuk menghancurkan lapisan masyarakat dan yang pada hakekatnya tidak masuk akal dan tidak logis? Alasan yang sederhana adalah bahwa orang tidak mau bertanggung jawab untuk tindakan-tindakan mereka. Jikalau ada kebenaran absolut, maka akan ada standar yang absolut mengenai benar dan salah, dan kita harus bertanggung jawab pada standar-standar itu. Tanggung jawab inilah yang orang-orang berusaha untuk tolak dalam penolakan mereka akan kebenaran absolut.

Penyangkalan akan kebenaran absolut/kebenaran universal dan budaya relativisme yang merupakan hasilnya adalah merupakan akibat logis dari yang percaya pada teori evolusi sebagai penjelasan untuk kehidupan. Kalau evolusi itu benar, maka hidup tidak ada artinya, kita tidak punya tujuan, dan tidak ada benar dan salah secara absolut. Akibatnya manusia bebas untuk hidup semaunya dan tidak perlu bertanggung jawab untuk apa yang diperbuatnya. Namun demikian, betapapun kerasnya manusia yang berdosa berusaha menolak keberadaan Allah dan kebenarannya yang mutlak, suatu hari mereka masih tetap akan berdiri di hadapanNya untuk dihakimi. Alkitab mengatakan, “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih. Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.” (Roma 1:18-22)

Pertanyaan terakhir yang patut kita pertanyakan ketika mempertimbangkan apakah kebenaran absolut betul-betul ada atau tidak, adalah apakah ada bukti mengenai keberadaan kebenaran mutlak? Jikalau kita mempertimbangkan pertanyaan ini dengan hati-hati, dengan cepat akan kelihatan bahwa sesungguhnya ada bukti-bukti yang menunjuk pada adanya kebenaran absolut. Bukti pertama dari keberadaan kebenaran absolut dapat disaksikan dari hati nurani kita. Hati nurani kita memberitahu kita bahwa dunia harusnya “begini,” bahwa ada hal-hal yang “benar” dan ada yang “salah.” Hati nurani kita menolong kita mengerti bahwa ada yang tidak benar dengan penderitaan, kelaparan, pemerkosaan, kesakitan dan kejahatan. Hati nurani kita menolong kita menyadari bahwa kasih, kemurahan, belas kasihan dan damai adalah hal-hal positif yang kita perlu perjuangkan. Alkitab menjelaskan peranan hati nurani dalam Roma 2:14-16, “ Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.”

Bukti kedua mengenai keberadaan kebenaran absolut dapat dilihat dalam sains. Sains pada dasarnya adalah usaha untuk mendapatkan pengetahuan. Sains adalah belajar apa yang kita ketahui dan usaha untuk mengetahui lebih banyak. Karena itu semua penyelidikan ilimiah harus didasarkan pada kepercayaan bahwa ada realita-realita obyektif yang ada dalam dunia ini. Tanpa hal-hal yang absolut, apa yang dapat dipelajari secara ilmiah? Bagaimana mungkin orang tahu bahwa penemuan mereka itu benar adanya? Bahkan hakekat dari hukum-hukum sains harus dilandaskan pada kepastian kebenaran absolut.

Bukti ketiga dari keberadaan kebenaran absolut/kebenaran universal adalah keberadaan agama. Semua agama di dunia ini adalah usaha untuk memberi arti dan mendefinisikan hidup. Agama lahir dari fakta bahwa manusia menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar berada. Di balik dari semua agama adalah dasar kepercayaan bahwa hidup adalah lebih dari sekedar berada secara fisik sebagaimana yang kita ketahui sekarang ini. Melalui agama orang berusaha untuk mendapatkan jaminan dan harapan untuk hari depan, untuk pengampunan dosa, untuk damai di tengah pergumulan, dan untuk jawaban terhadap pertanyaan kita yang paling mendalam. Agama adalah bukti bahwa manusia lebih dari sekedar binatang yang berevolusi ke tingkat tinggi. Agama adalah bukti dari makna yang lebih tinggi, dan fakta adanya Pencipta yang pribadi dan berencana, yang menanamkan dalam diri manusia keinginan untuk mengenal Dia. Dan kalau ada Pencipta, maka Dia menjadi standar dari kebenaran absolut dan adalah otoritasNya yang menegakkan kebenaran itu.

Untungnya bagi kita Pencipta seperti itu ada, dan Dia telah mengungkapkan bukan hanya diriNya sendiri, namun juga kebenaranNya kepada kita melalui kata-kataNya sendiri, Alkitab. Jikalau kita mau mengenal kebenaran absolut/kebenaran universal, satu-satunya jalan untuk melakukannya adalah melalui hubungan pribadi dengan Dia yang mengklaim sebagai “Kebenaran,” Yesus Kristus. “Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Fakta bahwa kebenaran absolut ada mengarahkan kita pada kebenaran bahwa ada Allah yang berdaulat yang menciptakan langit dan bumi, dan yang telah menyatakan diriNya kepada kita, supaya kita dapat mengenal Dia secara pribadi melalui PutraNya, Yesus Kristus.

Sumber: GotQuestions

Ikuti Seri Belajar Theologia secara Online di:
Http://www.TheologiaOnline.com

Bagaimana sejarah keKristenan?

Jawaban: KeKristenan memiliki pengaruh yang luas dalam masyarakat umum – kesenian, bahasa, politik, hukum, kehidupan keluarga, penanggalan, musik, dan cara berpikir kita semua ini telah diwarnai oleh pengaruh keKristenan hampir 2000 tahun lamanya. Karena itu kisah tentang Gereja adalah sesuatu yang penting untuk diketahui.

Sejarah KeKristenan – Permulaan Gereja
Gereja dimulai 40 hari sesudah kebangkitan Yesus (sekitar 30 A.D.) Yesus sudah berjanji bahwa Dia akan mendirikan gerejaNya (Matius 16:18), dan dengan datangnya Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kisah 2:1-4), Gereja (“kumpulan yang dipanggil keluar”) secara resmi dimulai. Tiga ribu orang menerima khotbah Petrus pada hari itu dan memilih untuk mengikuti Kristus.

Petobat-petobat pertama kepada keKristenan adalah orang-orang Yahudi atau peganut-penganut Yudaisme, dan gereja berpusat di Yerusalem. Karena itu keKristenan pada mulanya dipandang sebagai sekte Yahudi, sama seperti orang-orang Farisi, Saduki, atau Essenes. Namun demikian, apa yang dikhotbahkan para Rasul berbeda secara radikal dari apa yang diajarkan oleh kelompok-kelompok Yahudi lainnya. Yesus adalah Mesias orang Yahudi (Raja yang Diurapi) yang datang untuk menggenapi Hukum Taurat (Matius 5:17) dan mendirikan Perjanjian Baru yang berdasarkan pada kematianNya (Markus 14:24). Berita ini, dan tuduhan bahwa mereka telah membunuh Mesias mereka sendiri, membuat banyak pemuka Yahudi menjadi marah, dan beberapa orang, seperti Saul dari Tarsus, mengambil tindakan untuk memusnahkan “Jalan” itu (Kisah 9:1-2).

Adalah amat tepat untuk mengatakan bahwa keKristenan berakar pada Yudaisme. Perjanjian Lama meletakkan landasan bagi Perjanjian Baru dan tidak mungkin untuk memahami keKristenan secara penuh tanpa pengetahuan akan Perjanjian Lama (lihat kitab Matius dan Ibrani). Perjanjian Lama menjelaskan kebutuhan akan seorang Mesias, mengandung sejarah umat kepunyaan Mesias, dan menubuatkan kedatangan Mesias. Perjanjian Baru adalah mengenai datangnya Mesias dan karyaNya untuk menyelamatkan kita dari dosa. Dalam hidupNya, Yesus menggenapi lebih dari 300 nubuat yang terinci, membuktikan bahwa Dialah yang dinanti-nantikan oleh Perjanjian Lama.

Sejarah KeKristenan – Pertumbuhan Gereja Mula-Mula
Tidak lama setelah Pentakosta, pintu gereja terbuka kepada orang-orang bukan Yahudi. Rasul Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria (Kisah 8:5), dan banyak dari mereka yang percaya kepada Kristus. Rasul Petrus berkhotbah kepada rumah tangga Kornelius yang bukanlah orang Yahudi (Kisah 10) dan mereka juga menerima Roh Kudus. Rasul Paulus (mantan penganiaya gereja0 memberitakan Injil di seluruh dunia Greko-Romawi, sampai ke Roma sendiri (Kisah 28:16) dan bahkan mungkin sampai ke Spanyol.

Pada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.

Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.

Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.

Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sumber: GotQuestions

Ikuti Seri Belajar Theologia secara Online di:
Http://www.TheologiaOnline.com

17 Mei 2014

Bagaiamana supaya saya tidak masuk neraka?


Jawaban: Tidak pergi ke neraka adalah lebih gampang daripada yang Anda pikir. Ada orang percaya bahwa mereka harus menaati Sepuluh Hukum seumur hidup mereka untuk supaya tidak masuk ke neraka. Ada orang percaya mereka harus mempelajari upacara-upacara dan tradisi-tradisi agama tertentu demi untuk supaya tidak masuk ke neraka. Ada orang percaya tidak mungkin kita dapat mengetahui dengan pasti apakah kita akan pergi ke neraka atau tidak. Tidak satu pun dari pandangan-pandangan ini benar adanya. Alkitab sangat jelas dalam hal bagaimana seseorang bisa menghindari masuk ke neraka setelah kematian.

Alkitab menggambarkan neraka sebagai suatu tempat yang menyeramkan dan mengerikan. Neraka digambarkan sebagai “api yang kekal” (Matius 25:41), “api yang tidak terpadamkan” (Matius 3:12), “kehinaan dan kengerian yang kekal” (Daniel 12:2), suatu tempat di mana “api tidak padam” (Markus 9:44-49), dan “kebinasaan selama-lamanya” (2 Tesalonika 1:9). Wahyu 20:10 menggambarkan neraka sebagai “lautan api dan belerang” di mana orang jahat disiksa siang dan malam sampai selama-lamanya” (Wahyu 20:10). Jelaslah, neraka adalah suatu tempat yang kita harus hindari.

Mengapa neraka ada dan mengapa Allah mengirim orang-orang ke sana? Alkitab memberitahu kita bahwa Allah “menyediakan” neraka untuk iblis dan malaikat-malaikat yang jatuh setelah mereka memberontak melawan Dia (Matius 25:41). Mereka yang menolak penawaran Allah akan pengampunan akan menderita nasib kekal yang sama dengan iblis dan malaikat-malaikat yang jatuh. Mengapa neraka itu perlu? Semua dosa pada dasarnya adalah melawan Allah (Mazmur 51:4), dan karena Allah adalah tidak terbatas dan kekal, maka hanya hukuman yang tak terbatas dan kekal saja yang cukup. Neraka adalah tempat di mana tuntutan yang suci dan benar dari keadilan Allah dinyatakan. Neraka adalah tempat di mana Allah mengutuk dosa dan semua orang yang menolak Dia. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa kita semua telah berbuat dosa (Pengkhotbah 7:20; Roma 3:10-23), sehingga sebagai akibatnya, kita semua layak untuk masuk ke neraka.

Jadi, bagaimana kita bisa tidak masuk ke neraka? Karena hanya hukuman yang tak tebatas dan kekal sajalah yang cukup, maka harga yang tak terbatas dan kekal harus dibayar. Allah menjadi manusia dalam Yesus Kristus. Dalam Yesus Kristus, Allah tinggal di antara kita, mengajar kita, menyembuhkan kita—tetapi hal itu bukan misi-nya yang dasar. Allah menjadi manusia (Yohanes 1:1, 14) supaya Dia bisa mati untuk kita. Yesus, Allah dalam rupa manusia, mati di kayu salib. Sebagai Allah, kematian-Nya adalah tak terbatas dan bernilai kekal, melunasi harga dosa (1 Yohanes 2:2). Allah mengundang kita untuk menerima Yesus Kristus sebagai juruselamat, menerima kematian-Nya sebagai tebusan penuh dan adil bagi dosa-dosa kita. Allah berjanji bahwa setiap orang yang percaya dalam Yesus (Yohanes 3:16), percaya kepada-Nya sebagai Juruselamat (Yohanes 14:6), akan diselamatkan, yaitu tidak masuk ke neraka.

Allah tidak ingin seorang pun masuk ke neraka (2 Petrus 3:9). Karena itu Allah membuat pengorbanan yang terbesar, sempurna, dan memadai. Jika Anda tidak ingin masuk ke neraka, terimalah Yesus sebagai Juruselamatmu. Hanya sesederhana itu. Katakanlah kepada Allah bahwa Anda mengakui Anda adalah orang berdosa dan bahwa Anda layak masuk neraka. Nyatakanlah kepada Allah bahwa Anda percaya dalam Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Mengucap syukurlah kepada Allah untuk keselamatan dan pembebasan dari neraka yang Dia sediakan untuk Anda. Iman yang sederhana, percaya dalam Yesus Kristus sebagai Juruselamat, adalah cara Anda dapat menghindari masuk ke neraka.

Sumber: GotQuestions

Ikuti Seri Belajar Theologia secara Online di:
Http://www.TheologiaOnline.com

Apa artinya Yesus menyelamatkan?

Jawaban: "Yesus menyelamatkan” adalah slogan populer di sticker mobil, pada acara-acara olahraga, dan di spanduk yang ditarik pesawat kecil di udara. Sayangnya, tidak banyak yang melihat frasa “Yesus menyelamatkan” yang betul-betul secara penuh mengerti apa maksudnya. Ada kuasa dan kebenaran yang amat dahsyat yang terkandung dalam kedua kata itu.

Yesus menyelamatkan, namun siapakah Yesus itu?
Kebanyakan orang tahu bahwa Yesus adalah seseorang yang pernah hidup di Israel sekitar 2000 tahun lampau. Hampir setiap agama dalam dunia memandang Yesus sebagai guru yang baik dan/atau seorang nabi. Dan sekalipun hal-hal itu memang benar mengenai Yesus, semuanya itu tidak mengungkapkan siapakah Yesus sesungguhnya, dan juga tidak menjelaskan bagaimana atau mengapa Yesus menyelamatkan. Yesus adalah Allah dalam wujud manusia (Yohanes 1:1, 14). Yesus adalah Allah, datang ke dunia, sebagai manusia sejati (1 Yohanes 4:2). Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus guna menyelamatkan kita. Ini menghasilkan pertanyaan berikut: mengapa kita perlu diselamatkan?

Yesus menyelamatkan, namun mengapa kita perlu diselamatkan?
Alkitab menyatakan bahwa setiap manusia yang pernah hidup telah berdosa (Pengkhotbah 7:20; Roma 3:23). Berdosa adalah melakukan sesuatu, baik dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan yang bertentangan dengan karakter Allah yang sempurna dan suci. Karena dosa kita, kita layak mendapatkan hukuman dari Allah (Yohanes 3:18, 36). Allah itu adil, sehingga Dia tidak bisa membiarkan dosa dan kejahatan tidak dihukum. Karena Allah itu tanpa batas dan kekal, dan karena semua dosa pada dasarnya adalah terhadap Allah (Mazmur 51:4), hanya hukuman yang tanpa batas dan kekal yang mencukupi. Kematian kekal adalah satu-satunya hukuman yang adil untuk dosa. Itu sebabnya kita perlu diselamatkan.

Yesus menyelamatkan, namun bagaimana Dia menyelamatkan?
Karena kita telah berdosa terhadap Allah yang tidak terbatas, maka orang yang terbatas (kita) harus membayar dosa-dosa kita untuk waktu yang tidak terbatas, atau Pribadi yang tidak terbatas (Yesus) harus membayar dosa-dosa kita satu kali. Tidak ada pilihan lain. Yesus menyelamatkan kita dengan mati menggantikan kita. Dalam diri Yesus Kristus, Allah mengorbankan diri-Nya sendiri demi untuk kita, membayar hukuman yang tidak terbatas dan kekal yang hanya Dia yang sanggup untuk bayar (2 Korintus 5:21; 1 Yohanes 2:2). Yesus menanggung hukuman yang seharusnya kita tanggung demi untuk menyelamatkan kita dari nasib kita yang kekal, hukuman yang adil untuk dosa-dosa kita. Karena kasiih-Nya yang besar untuk kita, Yesus menyerahkan nyawa-Nya (Yohanes 15:13), membayar hukuman yang telah kita dapatkan tapi tidak sanggup kita tanggung. Kemudian Yesus dibangkitkan, menunjukkan bahwa kematian-Nya memang sudah cukup untuk membayar hukuman dosa kita (1 Korintus 15).

Yesus menyelamatkan, namun siapa yang Dia selamatkan?
Yesus menyelamatkan semua yang bersedia menerima karunia keselamatan-Nya. Yesus menyelamatkan semua yang percaya pada pengorbanan-Nya sebagai pembayaran untuk dosa (Yohanes 3:16; Kisah 16:31). Sekalipun pengorbanan Yesus cukup untuk membayar dosa dari seluruh umat manusia, Yesus hanya menyelamatkan mereka yang secara pribadi menerima karunia-Nya yang paling berharga (Yohanes 1:12).

Kalau Anda sekarang mengerti apa artinya Yesus menyelamatkan, dan Anda ingin percaya kepada-Nya sebagai Juruselamat pribadi Anda, pastikan bahwa Anda mengerti dan percaya hal-hal berikut, dan sebagai pernyataan iman, menyatakan ini kepada Allah. “Tuhan, saya tahu saya orang berdosa, dan saya tahu bahwa karena dosa saya maka saya layak untuk terpisah dariMu secara kekal. Sekalipun saya tidak layak mendapatkannya, terima kasih untuk kasih-Mu kepadaku dan untuk menyediakan korban untuk dosa-dosa saya melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Saya percaya bahwa Yesus telah mati untuk dosa-dosa saya dan saya percaya hanya Dia saja yang sanggup menyelamatkan saya. Mulai dari saat ini, tolong saya untuk menghidupi hidup saya bagi Engkau dan bukannya bagi dosa. Tolong saya menghidupi sisa hidup saya dengan rasa terima kasih untuk keselamatan yang berharga yang telah Engkau sediakan. Terima kasih Yesus, untuk menyelamatkan saya!”

Sumber: GotQuestions

Ikuti Seri Belajar Theologia secara Online di:
Http://www.TheologiaOnline.com

Followers