8 Jul 2010

Hal Melayani

Tulisan mengenai topik ini, pertama kali saya buat tahun 2001, ditujukan untuk seorang teman yang bingung karena kesibukan kerja membuatnya tidak bisa ‘pelayanan’.

Saat-saat ini kita melihat bagaimana ‘pelayanan’ berkembang menjadi suatu beban/kuk palsu, dan bukan menjadi kesukaan sejati orang kristen. ‘Pelayanan’ ber-evolusi menjadi sebuah legalisme rohani baru yang justru mengikat dan memperdaya anak-anak Tuhan sehingga banyak anak-anak Tuhan tidak mencapai potensi rohani maksimal. Bahkan boleh dikatakan, ‘pelayanan’ menjadi -seolah-olah- agama baru dalam kekristenan.

Tulisan berikut hanya memiliki satu tujuan, yaitu supaya kita memiliki pondasi atau dasar yang kuat yang berkenaan dengan thema ‘pelayanan’ ini. Saya berharap agar kita semua merenungkan dan menguji tulisan berikut ini. Segala masukan dan perbaikan tentu sangat diharapkan. Tuhan Yesus memberkati.

Hal-hal Mengenai Pelayanan

Banyak orang kristen tidak bingung jika mendengar kata ‘pelayanan’. Kata ‘pelayanan’ merupakan jargon yang paling sering kita dengar dalam kehidupan kekristenan. Kata-kata ‘pelayanan’ sangat tidak asing dalam kekristenan. Bahkan kekristenan sangat identik dengan ‘pelayanan’. Dalam hal ‘pelayanan’lah kekristenan seringkali bisa dibedakan dengan agama lain. Orang kristen sering menyebut dirinya sebagai pelayan Tuhan. Jika kita baru bertobat, maka seringkali kita dianjurkan untuk terlibat dalam pelayanan. Jika seseorang berjemaat dalam suatu gereja lokal, maka seringkali kita mendengar pernyataan-pernyataan seperti ini :
”Ayo terlibat dalam pelayanan Pak/Bu!”,
“Kapan mau pelayanan nih Pak/Bu!”,
“Bapak/Ibu sudah terlibat pelayanan belum?”,
“Bapak/Ibu mau melayani di mana nih?”,
“Bapak/Ibu tertarik dalam pelayanan apa nih?”,
“Gereja kami memiliki banyak departemen, Bapak/Ibu mau melayani di mana?”,
“Apakah Bapak/Ibu sudah mengikuti sekolah pelayanan?”,
“Sebelumnya Bapak/Ibu melayani di mana?”,
“Suara Bapak/Ibu bagus sekali, apakah Bapak/Ibu mau melayani di departemen musik?”,
“Sepertinya Bapak/Ibu punya talenta dalam bermusik, ayo dong terlibat di sini Pak/Bu!”
“Pelayanan apa kamu sekarang?”,
“Pak/Bu, saya mau ijin tidak masuk kerja besok, karena saya pelayanan!”,
“Pak/Bu, saya besok minta ijin terlambat masuk, karena ada pertemuan doa!”,
“Pak/Bu, saya besok minta ijin pulang jam 2 siang, karena ada pertemuan pengurus!”,
“Wah, pelayanan kamu sekarang sudah berkembang yah!”,
“Besok kami akan melayani di Medan, lusa kami akan melayani di Menado.”,
“Yah, beginilah memang kalau kita mau menjadi hamba Tuhan.”,
“Puji Tuhan, sekarang saya sudah jadi pelayan Tuhan.”,
“Dulu saya kerja di sekuler, puji Tuhan sekarang saya sudah jadi hamba Tuhan.”,
“Apa saudara sebagai artis tidak malu jika sekarang aktif pelayanan?”
“Apa kata teman-teman anda, jika ternyata sekarang, selain artis, anda juga ikut pelayanan?”,
“Sebisa mungkin pelayanan kamu jangan mengganggu kuliah kamu!”,
“Buat apa pelayanan terus kalau keluarga jadi berantakan!”,
“Buat apa pelayanan kalau pekerjaan kamu jadi tidak beres!”,
“Buat apa sih banyak-banyak ambil pelayanan, sebenarnya kamu terbebannya di mana?”,
“Maaf Pak/Bu, sekarang saya sangat sibuk, oleh karena itu saya mau off dulu dari pelayanan.”,
“Maaf Pak/Bu, saya mau keluar dari pelayanan dulu, saya lagi sibuk dengan pekerjaan.”,
“Wah indah sekali yah jika kita bisa jadi hamba Tuhan.”,
“Puji Tuhan, sekarang kamu sudah menjadi hamba Tuhan.”,
Dst…

Jadi, orang kristen tidak asing mendengar kata ‘pelayanan’. Ketidakbingungan mendengar kata ‘pelayanan’ seperti di atas inilah yang justru membahayakan. Ketika kita sudah biasa alias tidak bingung mendengar kata ‘pelayanan’ maka disinilah jebakan iblis memainkan peranannya. Kita sudah menjadi sangat biasa dengan kata-kata ini. Tapi, jika kita menerima sesuatu tanpa memiliki dasar Firman Tuhan yang kuat, maka kita bisa salah tanpa menyadari apa kesalahan kita! Inilah bahaya terbesarnya, yaitu kesalahan yang kita tidak sadari

‘Pelayanan’ merupakan kata yang ter-erosi dari prinsip kebenaran Firman Tuhan, tapi sekaligus termasuk kata-kata yang paling sering diucapkan. ‘Pelayanan’ juga menjadi salah satu senjata iblis untuk melumpuhkan kekristenan tanpa disadari oleh banyak orang kristen. Tidak hanya merusak individu orang kristen tapi juga dampak ikutannya/efek sampingnya. Oleh karena itu, setiap pemimpin kristen perlu memiliki kesadaran akan hal ini.

Kekristenan yang berbahaya, yaitu ‘kekristenan 99%’ atau ‘kekristenan setengah kebenaran’. Legalisme dan roh agamawi menggantikan prinsip-prinsip rohani kekristenan yang sejati. Legalisme berarti perkara yang tidak penting menjadi lebih penting bahkan dapat menggantikan perkara-perkara yang penting itu sendiri. Legalisme adalah kerohanian yang palsu. Seringkali alat yang dipakai ialah tuduhan atau intimidasi.

Contohnya : Perpuluhan. Beberapa anak-anak Tuhan yang masih belum dewasa seringkali memberikan perpuluhan supaya tidak ada tuduhan telah mencuri uangnya Tuhan, dan setelah memberi perpuluhan barulah jiwanya menjadi tenang. Yang dicari, ialah ketenangan jiwa, bukan memberikan hidup bagi Tuhan, sehingga seringkali punya konsep bahwa setelah memberi perpuluhan, maka sembilan puluh persennya adalah hak dia. Aktivitas gerejawi menggantikan penyerahan hidup yang mutlak kepada Tuhan. Organisasi gereja lebih mementingkan denominasi sendiri dari pada tubuh Kristus. Banyak anak-anak Tuhan dilecehkan secara rohani, mereka mengalami penindasan dan penganiayaan rohani, tanpa disadari. Mereka memberi persembahan materi tanpa memiliki dasar rohani yang kokoh, sehingga hati nurani mereka tersiksa (atau bahasa lainnya adalah : dilecehkan secara spiritual). Aktivitas menggantikan hakikat pelayanan yang sebenarnya. Sehingga jika kurang beraktivitas, berarti kurang pelayanan. Secara badani mere! ka aktif di organisasi gereja, tapi secara roh mereka tidak mengalami terobosan, mereka tidak berkembang mencapai kesempurnaan Kristus. Hidup mereka terbelenggu oleh legalisme yang – parahnya – mereka anggap suatu kebenaran.

Mencabut akar kepalsuan ini sangat luar biasa sukar, walaupun tidak mustahil. Mengapa luar biasa sukar? Karena untuk menghancurkan pondasi yang salah harus merobohkan seluruh bangunan di atasnya. Jadi, hal ini bisa menimbulkan kegoncangan. Seperti lalang dan gandum yang akan selalu bertumbuh bersama-sama, maka penyesatan dan kebenaran akan selalu beriringan.

Ada satu perbedaan penting mengapa lalang selalu lebih banyak dari gandum. Lalang berkembang biak melalui akarnya, sedangkan gandum berkembang biak melalui biji! Jika akar lalang ini tidak tercabut dengan baik maka dia akan mudah memperbanyak diri secara terus menerus. Lalang memperbanyak diri secara tidak kelihatan, dia menjalar di bawah tanah sehingga tidak terlihat dengan mata telanjang. Akar lalang tidak menjalar di atas tanah sehingga keliatan oleh orang (begitulah cara kerja penyesatan, lewat jalur yang tidak terlihat, samar dan tidak jelas). Sedangkan gandum harus di tanam lewat biji, sehingga jika tidak ada biji dia tidak bisa memperbanyak diri, karena gandum tidak memperbanyak diri lewat akar. Perbedaan lainnya adalah lalang tidak menghasilkan buah, hanya gandum yang menghasilkan buah dan berguna. Buah rohani inilah yang menjadi pertanggungjawaban orang kristen pada akhir jaman. Lalang dan gandum memang memiliki penampakan yang boleh dikata hampir mirip, dan hanya T! uhanlah yang sanggup memisahkan kedua jenis keadaan ini pada akhir jaman.

Tuhan Yesus sangat peka akan kejahatan legalisme. Sama seperti orang Farisi dan ahli Taurat yang Tuhan Yesus tegor, karena mereka menyeberang lautan untuk mempertobatkan satu orang tapi menjadikannya lebih jahat dari semula, begitu pula halnya dengan kekristenan setengah benar ini. Jika kita ingin melaksanakan amanat agung Tuhan tapi prinsip kita tentang pelayanan tidak memiliki dasar yang kuat, maka kita hanya akan menjadikan orang-orang petobat baru menjadi pembawa dan penyebar legalisme atau kekristenan yang palsu!

Pemimpin rohani perlu menguasai diri dan hati-hati dalam pengajarannya. Ia harus memiliki dasar kekristenan yang kokoh, karena mereka akan selalu ditempatkan di depan untuk melindungi orang-orang yang telah Tuhan percayakan untuk dipimpin. Ia harus memiliki kerendahan hati untuk mau terus belajar dan memiliki penundukan diri atas otoritas Roh Kudus. Oleh karena itu, pemimpin rohani perlu didukung sebaik-baiknya. Mereka perlu didoakan. Para pemimpin rohani tetap manusia biasa, mereka bisa salah, bisa stress, mengalami tekanan, mereka juga perlu refreshing, dsb.

Pemisahan Kerja Sekuler (Parttime) dan Fulltimer dalam Pelayanan

Banyak orang yang bingung tentang pelayanan. Bahkan sampai ada istilah fulltime dan sekuler. Kesannya orang yang bekerja di bidang sekuler tidak rohani, sedangkan yang fulltime kesannya lebih rohani dari yang sekuler. Kesannya yang fulltime lebih maju dalam perkara-perkara rohani dibandingkan dengan yang kerja di sekuler.

Kalau kita bandingkan pekerjaan atau aktivitas pendeta (mewakili golongan fulltimer) dengan pengusaha (mewakili golongan : karyawan, bisnisman, usahawan), maka dalam agenda kerja mereka akan nampak dua perbedaan yang boleh dikata sangat bertolak belakang.

Kita bisa melihat, mana yang seolah-olah ‘melayani Tuhan’ … tentu saja pendeta (atau fulltimer) yang lebih banyak beraktivitas gerejani. Pagi ikut menara doa, siang membuat / mengatur jadwal pelayanan, lalu rapat pelayanan. Mungkin bikin acara KKR, rapat pelayanan departemen yang baru dibentuk, rapat retreat, bikin catatan khotbah, bikin surat keluar untuk mengundang pembicara, negosiasi masalah tempat untuk pelayanan, telepon pembicara. Latihan drama pementasan, latihan tambourine, atau masuk tim dekorasi, singer, Worship Leader, sound system, dsb. Bikin struktur kepengurusan, memotivasi pelayan-pelayan Tuhan, ikut pertemuan doa, kubu doa, rumah doa, perisai doa, doa berantai, doa puasa, doa keliling, doa untuk kota, doa untuk bangsa, dsb. Pokoknya kegiatan-kegiatan ‘rohani’. Pada malam hari, pendeta itu tidur dengan hati penuh ucapan syukur kepada Tuhan, karena satu hari sudah dilalui dengan ‘melayani Tuhan’, seolah-olah jerih payah dalam hidupnya tidak sia-s! ia, karena dia menggunakan waktu yang ada untuk ‘melayani’ Tuhan.

Bagaimana dengan pengusaha atau karyawan?

Mungkin pengusaha itu pada malam hari tidak bisa tidur. Malam hari itu ia merenung … kok rasanya tidak ada aktivitas yang rohani. Setiap hari bergulat dengan angka-angka, kerja dari pagi sampai tengah malam, harus marah sama karyawan, bahkan sampai membatalkan pertemuan doa dan pertemuan pengurus, lalu karena sering pulang malam dia tidak sempat ikut menara doa, atau kalau bisa menara doa maka malam itu ia tidak bisa bermain dan bercengkrama dengan anak dan istri. Setiap hari, kerjanya adalah : bagaimana caranya memutar uang, bagaimana meningkatkan kinerja, bagaimana mencari order atau memperbesar omzet, dsb. Akhirnya saat malam hari tiba, ia merenung, merasa tidak rohani, merasa bersalah, akibatnya ‘minder rohani’, tertuduh, terintimidasi, seolah-olah ia merasa bahwa ia melayani dua tuan. Hati kecilnya atau hati nuraninya terganggu, gelisah, tidak tenang, tidak damai sejahtera. Disinilah legalisme mulai bekerja.

Ternyata itu hanya ‘seolah-olah’. Itu bukanlah hal sesungguhnya. Di dalam Firman Tuhan, ternyata tidak pernah ada istilah sekuler dan fulltime. Tapi saat-saat ini, pemisahan kata-kata tersebut semakin jelas. Inilah ‘kekristenan setengah benar’ yang berbahaya itu! Abraham adalah seorang pengusaha yang kaya raya seperti halnya Ayub yang juga pengusaha. Daniel adalah seorang negarawan di kabinetnya Nebukadnezar, sama seperti Yusuf yang bekerja untuk Firaun, raja yang kafir. Alkitab yang kita miliki, ditulis oleh 36 orang yang mempunyai posisi / pekerjaan : raja, gembala, nabi, pengusaha, perdana menteri, hakim, nelayan, dokter, petugas pajak, ahli taurat, narapidana, dsb. Di dalam Firman Tuhan hanya ada istilah ‘Melayani’ yang merujuk pada ‘Melayani Tuhan’ dalam hidup orang kristen. Bukan sekuler ataupun fulltimer.

Jadi pemisahan istilah fulltime dengan sekuler sebenarnya berbahaya! Berbahaya bagi orang yang baru bertobat, berbahaya bagi orang yang belum dewasa rohani, berbahaya bagi orang yang masih lemah imannya. Karena sebenarnya, baik fulltime atau sekuler, kita seharusnya, melakukan semua pekerjaan kita untuk kemuliaan nama Tuhan.

Dalam 1 Kor 10 : 31 Firman Tuhan berbunyi : “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Tuhan.” Dalam Efesus 6 : 5 - 7 : ”Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia.”

Saya sangat tidak setuju jika orang kristen selalu minta ijin dari pekerjaannya karena ada urusan ‘pelayanan’ gereja. Bagi saya hal itu tidaklah memuliakan Tuhan. Karena dengan kita bekerja sebaik-baiknya sebagai karyawan, sebenarnya kita melayani Tuhan. Jika kita membuat atasan kita senang karena kita memiliki kinerja yang sangat baik, maka boleh dikata kita telah memuliakan Tuhan dan kita telah melayani Tuhan. Bukan berarti tidak boleh ijin, tapi menurut saya, tanggung jawab seorang karyawan adalah untuk bekerja sebaik-baiknya atas pekerjaannya, dan harus bertanggungjawab atas pekerjaan yang sudah dipercayakan kepadanya.

Tuhan tidak menuntut posisi fulltime atau sekuler, malah dari ayat diatas tadi, Tuhan berbicara untuk kaum pengusaha dan karyawan. Bagi Tuhan yang terpenting adalah ketaatan kepada pribadi Kristus, apapun posisi pekerjaan kita saat ini, entah itu sebagai pemilik usaha, karyawan, pelajar, mahasiswa, dsb.

Yang Tuhan tuntut dari kita adalah Roma 12 : 1, yaitu supaya kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah ibadah (pelayanan) kita yang sejati. INILAH YANG SEHARUSNYA MENJADI DASAR PELAYANAN KITA.

Fulltime banyak juga yang tidak rohani, begitu juga sebaliknya orang kerja sekuler pun ada yang rohani. Memang ada fulltime yang rohani dan banyak juga parttime yang tidak rohani. Jadi baik rohani atau tidak rohani, itu bergantung kepada keputusan kita masing-masing, bukan masalah posisi fulltime atau sekuler. Tapi masalahnya adalah : mau sungguh-sungguh ikut Tuhan atau tidak?

Paulus, ternyata adalah seorang pengusaha juga, ia seorang pembuat kemah. Tapi Petrus kemungkinan besar menjalani hidup sebagai fulltimer. Yang selalu menjadi masalah bagi mereka, adalah bahwa hidup mereka adalah untuk melayani Tuhan, dalam posisinya sebagai hamba Tuhan. Apa yang mereka coba hasilkan? Yaitu mereka mencoba menghasilkan buah. Dan dasar pelayanan mereka adalah mereka mempersembahkan hidup mereka kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah.

Tuhan Yesus menyatakan dalam surat Matius 24 : 40 - 41, bahwa saat kedatanganNya yang kedua, umatNya akan tetap dalam keadaan melakukan pekerjaan : ‘Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.’

Dua orang di ladang dan dua orang memutar batu kilangan adalah gambaran orang yang bekerja. Yang satu sebagai petani (seperti gambaran karyawan di jaman ini) dan yang lainnya membuat makanan (juga orang yang bekerja). Peristiwa yang menceritakan saat kedatangan Tuhan ini ternyata digambarkan oleh peristiwa yang menunjukkan, bahwa bekerja itu tidak salah.

Apa itu Melayani Tuhan?

Dasarnya adalah Roma 12 : 1 “Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan berkenan kepada Allah; itu adalah ibadahmu yang sejati.”

Ini yang seharusnya menjadi dasar bagi kita untuk melayani Tuhan, bukan skill, kepandaian, bahkan bukan talenta, atau bakat, atau karunia rohani yang kita miliki. Tapi, penyerahan hidup yang total kepada Tuhan, sehingga – seperti Paulus – kita menjadi tawanan Roh. Hidup kita bukannya kita lagi, melainkan Kristus yang hidup didalam kita.

Konsep kita tentang pelayanan seringkali terbalik sama seperti pandangan kita terhadap konsep-konsep rohani yang lain. Konsep dunia sangat berbeda dengan konsep sorga. Kesannya pelayanan iu hanya sebatas urusan-urusan di gereja saja. Apa itu salah? Tidak juga! Hal-hal yang kita lakukan di gereja, memang pelayanan juga. Tapi itu masih sempit, karena cakupan pelayanan itu sangat luas. Pelayanan menuntut komitmen total (berarti termasuk yang terkecil).! Yaitu : Hidup kita! Tidak bisa hanya rohani di gereja sedangkan di rumah kurang rohani. Jika ada aspek yang belum kita persembahkan kepada Tuhan, maka berarti kita belum pelayanan! Pelayanan berarti mempersembahkan seluruh hidup kita ke tangan Tuhan.
Pandangan yang salah tentang pelayanan menyebabkan hati nurani orang kristen yang masih baru atau tidak mengerti menjadi tersiksa. Mereka beranggapan bahwa mereka kurang rohani atau tidak full dalam melayani Tuhan. Sepertinya mereka belum melayani Tuhan secara kapasitas yang penuh. Rasanya kalau ingin full memberi diri dalam melayani maka harus fulltimer. Padahal, pelayanan yang sejati adalah mempersembahkan hidup kita sesuai dengan Roma 12 : 1.

Saya yakin sekali banyak hamba Tuhan yang sungguh-sungguh tapi mereka masih bekerja. Malah kesannya mereka lebih ‘fulltime’ daripada orang ‘fulltime’. Mereka lebih banyak bekerja untuk ‘pekerjaan pelayanan’ daripada fulltime-fulltime lainnya. Tapi tentu saja bukan aktivitaslah yang menyebabkan seseorang itu dikatakan sudah full melayani atau belum, karena yang penting ialah penyerahan hidup kita kepada Tuhan kita.

Kalau boleh, saya ingin membagi pelayanan dalam dua bagian. Pertama, pelayanan langsung, dan pelayanan tidak langsung. Dan yang kedua adalah ada dua penerimaan dari Tuhan mengenai pelayanan, yaitu pelayanan yang berkenan dan pelayanan yang tidak berkenan.

Pelayanan tidak langsung, berarti pelayanan itu tidak secara langsung melayani pribadi tuannya. Sedangkan pelayanan langsung, adalah pelayanan yang melayani pribadi tuannya. Jadi yang mana yang lebih baik. Dua-duanya baik dan perlu. Kedua-duanya tidak bisa dan tidak boleh berdiri sendiri. Yang perlu kita perhatikan adalah pelayanan yang berkenan dan yang tidak berkenan dihadapan Tuhan (sebenarnya pelayanan yang tidak berkenan adalah bukan pelayanan).

Di Matius 25 : 31 - 46, kita akan melihat yang namanya pelayanan yang berkenan dan tidak berkenan ini. Ayat ini berkata :

“Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam diatas tahta kemuliaanNya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan dihadapanNya dan Ia akan memisahkan mereka seorang daripada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba disebelah kananNya dan kambing-kambing disebelah kiriNya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang disebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapaku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku didalam penjara kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya : Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau ha! us dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka : Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya : Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah kedalam api yang kekal yang telah sedia untuk iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya : Tuhan, bi! lamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai o! rang asi ng, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka : Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.”

Ada beberapa poin dalam perikop ini. Yang jelas, Tuhan tidak menyingkapkan pelayananan seseorang itu berkenan atau tidak berkenan selama Tuhan belum datang untuk yang kedua kali. Sangat mengejutkan sekali, orang yang telah berjerih lelah untuk bekerja melayani Tuhan, ternyata pelayanannya tidak berkenan. Bagian untuk orang yang pelayanannya tidak berkenan ini adalah siksaan yang kekal.

Orang-orang yang pelayanannya tidak berkenan ini, di mata Tuhan adalah orang-orang yang terkutuk! Apa itu terkutuk? Dalam ulangan 11 : 28, Ulangan 28 : 15, dan Imamat 26 : 14 - 45, orang terkutuk ialah orang yang tidak mendengar dan tidak melakukan perintah Tuhan. Dalam Ulangan 27 : 15 - 26, ada 12 jenis orang yang termasuk orang yang terkutuk (membuat patung, orang yg memandang rendah orangtuanya, yang menggeser batas tanah orang lain, yang membawa seorang buta ke jalan yang sesat, yang memperkosa hak orang asing - anak yatim - janda, yang tidur dengan istri ayahnya, yang tidur dengan binatang, yang tidur dengan saudara perempuan - anak ayah - anak ibu, yang tidur dengan mertuanya, membunuh sesamanya dengan sembunyi, menerima suap untuk membunuh orang yang tidak bersalah, tidak menepati hukum taurat dengan perbuatan).

Kalau demikian pelayanan seperti apa yang dilakukan oleh kristen kambing? Jawabannya adalah bukan jenis pelayanannya tapi lebih bergantung pada masalah hati. Jadi yang dilayaninya adalah egonya sendiri, kedagingannya sendiri dan hawa nafsunya sendiri. Ia melayani bukan untuk Tuhannya, tapi untuk mengambil keuntungan dari pelayanan untuk dirinya sendiri.Seperti Yudas Iskariot, ia menjual Tuhannya, karena sesungguhnya hawa nafsunya sendiri yang lebih penting. Bahkan, fakta sebenarnya adalah kristen kambing bukanlah anak Tuhan, bukan ahli waris kerajaan Sorga, karena dia tidak menjadikan Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamatnya. Adalah mudah untuk ‘melayani’ pekerjaan-pekerjaan yang disorot oleh banyak orang. Efeknya banyak, baik terkenal, ataupun memperoleh banyak uang. Tapi jenis pelayanan yang tidak tersorot ini yang seringkali menyingkapkan tabir sesungguhnya seseorang itu. Tuhan tidak memakai pelayanan yang spektakuler untuk mengetahui kristen kambing, tapi Tuhan k! ita menguji hati. Karena barangsiapa benar dalam perkara kecil, ia benar juga dalam perkara besar; barangsiapa setia dalam perkara kecil, ia juga setia dalam perkara besar.

Kristen kambing adalah kristen yang tragis. Dalam Matius 25 ini, sebenarnya kambing dan domba ini ada dalam satu penggembalaan, berarti memiliki gembala yang sama dan makan rumput dalam padang penggembalaan yang sama pula. Arti lainnya: mereka sama-sama dalam gereja yang sama, memakan makanan rohani yang sama, bahkan mungkin pelayanan sama-sama. Tapi ternyata ada perbedaan mendasar : yang satu kambing sedangkan yang satu lagi ialah domba. Kristen kambing itu terkutuk, dan upahnya adalah siksaan yang kekal.

Secara sifat, antara kambing dan domba ternyata ada perbedaan yang cukup mendasar. Berikut adalah sifat-sifat kambing dan domba yang saya kumpulkan dari bertanya kepada orang yang pernah memelihara kambing dan domba, dan juga dari pedagang daging kambing dan domba. Sifat yang pertama ialah: kambing memiliki daya navigasi yang cukup baik, karena itu jika dilepaskan dari kandang dan main-main keluar, ia bisa kembali lagi, sehingga kadang-kadang kambing dilepas begitu saja untuk mencari makan sendiri (tentu saja setelah diberi tanda di badannya, supaya orang-orang tahu siapa pemiliknya) sedangkan domba mudah sekali tersasar, sehingga mesti dituntun untuk mencari makan dan juga untuk pulang kembali, karena itu bisa dikatakan domba binatang yang bodoh, sehingga perlu ada yang menjaga. Yang kedua : Kambing tidak boleh kekurangan makan, karena kalau kurang makan ia berisik dan mengembek-ngembek terus, sedangkan domba akan diam saja walaupun ia kelaparan dan tidak dikasih makan. Yan! g ketiga, jika kambing digigit oleh anjing, maka ia akan berteriak atau mengembek-ngembek keras, sedangkan domba, walaupun ia kesakitan, ternyata ia tidak berteriak atau mengembek-ngembek walaupun berusaha menyelamatkan diri, sehingga seorang gembala memiliki peranan penting dalam menjaga domba. Sifat binatang kambing dan domba ini ada efeknya juga dalam dunia kriminal. Dalam dunia curi-mencuri hewan ternak, ternyata pencuri ternak lebih memilih mencuri domba daripada mencuri kambing, berkenaan dengan sifat hewan ini. Bahkan setelah saya bertanya kepada penjual daging kambing dan domba, perbedaan keduanya juga cukup mencolok, ternyata daging kambing dapat meningkatkan tekanan darah sehingga berbahaya bagi penderita tekanan darah tinggi, namun tidak demikian halnya dengan daging domba, karena daging domba katanya tidak menyebabkan tekanan darah tinggi. Benarkah? Untuk hal ini mungkin perlu diuji kebenarannya.

Bagaimana secara ilmiah? Ternyata walaupun kambing dan domba masuk dalam keluarga Bovidae (yang memamah biak dan berkaki empat, seperti : sapi, kerbau, kijang, bison, rusa, dsb), ternyata kambing dan domba tidaklah dalam kelompok genus yang sama. Domba termasuk genus ovis, sedangkan kambing termasuk dalam genus capra. Berarti pada dasarnya kedua ternak ini berbeda, karena memiliki genus yang berbeda. Itu terlihat dari jumlah kromosomnya, kromosom domba adalah 54 sedangkan kambing 60, sehingga kambing dan domba tidak mungkin dikawinsilangkan! Jadi walaupun bentuknya hampir mirip ternyata pada dasarnya mereka hewan yang berbeda, yang mirip hanya suaranya saja.

Hanya Tuhan yang bisa membedakan suara kristen domba dan kristen kambing. Karena pada akhir jaman, walaupun orang banyak berseru : “Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga?” Tuhan akan berterusterang kepada mereka (kristen kambing) bahwa Dia tidak mengenal mereka dan akan mengenyahkan mereka dari hadapanNya.

Bernubuat, mengusir setan dan melakukan mujizat adalah salah satu dari sekian banyak karunia pelayanan. Tapi karunia ternyata tidak menyelamatkan. Karunia-karunia di atas seringkali dianggap sebagai ciri orang ‘rohani’. Orang kristen yang bisa melakukan minimal satu dari tiga pelayanan diatas, dipastikan ‘laris manis’ dan memiliki ‘daya jual’ tinggi. Bayangkan saja, setan ditengking dalam nama Yesus, dan setannya bener-bener kabur. Kaki panjang sebelah didoakan jadi sama rata, orang mati jadi bangkit, orang yang sakit jadi sembuh, rahim mandul didoakan lalu jadi subur.

Bukan berarti pelayanan nubuat, mengusir setan dan mujizat itu salah. Tuhan tentu saja memakai karunia pelayanan ini untuk membangun gerejaNya. Tindakan kita seharusnya sebagai orang kristen adalah menguji setiap roh, menguji setiap pengajaran, menjaga diri kita dari berbagai macam pengajaran sesat. Kita jangan terpaku pada hal-hal luaran saja. Jangan kita melupakan hal terpenting, bahwa kita dipanggil menjadi ahli warisNya adalah dengan tujuan supaya kita menjadi sempurna seperti Kristus yang juga sempurna. Tujuan kita diselamatkan adalah supaya kita melaksanakan amanat agung Tuhan. Dan pelayanan sejati ialah jika kita menyerahkan seluruh hidup kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, apapun posisi kita saat ini, apakah kita karyawan, usahawan, kerja di gereja, dsb. Pelayanan kita bukan bergantung pada pekerjaan kita. Pelayanan kita adalah masalah penyerahan hidup kita kepada Tuhan, apakah kita mau untuk menjadi murid yaitu jika kita m! emikul salib, menyangkal diri kita dan mengikut Yesus. Itulah PELAYANAN SEJATI.


Bagaimanakah melayani itu?

Kita sering diputarbalikkan bahwa pelayanan itu mesti aktif di organisasi gereja. Kesannya kalau tidak aktif di organisasi gereja maka belum pelayanan. Maaf. Ini adalah senjata paling ampuh yang dipakai iblis untuk menghancurkan rohani anak-anak Tuhan. Ini adalah senjata paling modern akhir jaman yang iblis pakai. Iblis justru senang jika kita ‘sangat super sibuk’ bergereja. Karena kesibukkan itu adalah salah satu cara untuk menghancurkan keluarga-keluarga kristen. Iblis tahu, bahwa jika dia bisa menghancurkan keluarga kristen maka daya hancurnya akan besar sekali. Keluarga-keluarga kristen yang kuatlah yang bisa melawan iblis pada saat akhir jaman nanti. Iblis mengetahui itu, maka dia berusaha menghancurkan hal-hal yang bisa membuatnya hancur.

Banyak orang terluka karena memaksakan diri untuk terlibat dalam organisasi pelayanan. Hati nurani menjadi tersiksa jika belum aktif pelayanan. Seolah-olah belum memberikan yang terbaik untuk Tuhan. Terlalu besar harga yang harus dibayar untuk menenangkan hati nurani, bayarannya adalah keluarga.

Banyak pasangan suami istri yang bekerja dari pagi sampai sore, dari senin sampai sabtu, akan memiliki waktu yang sangat sedikit untuk buah hati mereka. Banyaknya program dan acara yang menyedot waktu para pelayan-pelayan paruh waktu, entah itu rapat, gladi resik, pertemuan doa, pertemuan pembinaan, dsb, yang akhirnya mengorbankan waktu untuk keluarga. Terlalu mahal dan tidak layak jika harga untuk waktu yang kita berikan untuk pelayanan adalah mengorbankan keluarga kita. Itu bukanlah pelayanan yang berkenan jika karena kesibukan pelayanan, kita menghancurkan keluarga kita sendiri.

Jadi, apa tidak usah aktif pelayanan di organisasi gereja dan apa tidak usah ada departemen-departemen pelayanan? Tentu saja tidak. Bukan tidak boleh pelayanan di organisasi gereja. Pelayanan di organisasi gereja juga sangat penting dan perlu. Yang tidak boleh adalah jika untuk pelayanan di organisasi gereja, kita sampai mengorbankan keluarga. Dan organisasi gereja mesti mengerti bahwa membangun keluarga kristen yang kuat atau komunitas rohani yang kuat seharusnya menjadi prioritas utama.

Orang-orang yang terlalu hiperaktif dengan kegiatan di organisasi gereja seringkali membela hati nurani mereka dengan berkata bahwa yang penting adalah kualitas waktu mereka dengan anak, kuantitas itu nomor dua. Saya tidak setuju. Saya tidak setuju jika kualitas mengalahkan kuantitas. Yang benar adalah kualitas dan kuantitas harus berjalan bersamaan.

Ilustrasinya sebagai berikut (bukan cerita sebenarnya) : Pada suatu hari, saya olahraga di GOR, di jalan Pajajaran - Bandung. saya ambil tempat itu karena sehabis olahraga, banyak makanan dan jus segar untuk memulihkan stamina yang terkuras sehabis olahraga. Setelah lari keliling lapangan 20 kali non stop saya tentu saja lelah dan memutuskan untuk selesai. Di tempat saya jogging, ada kios jus buah yang baru buka hari itu, katanya sangat terkenal dan di Jakarta orang sampai antre panjang untuk jus buah buatan mereka. Begitu iklannya. Karena tertarik, saya pun antri. Begitu giliran saya sampai, saya memesan jus stroberi. Harganya memang premium, sekitar Rp 45.000. Tapi alangkah kagetnya saya karena saya hanya diberi setengah cangkir kecil. Tentu saja saya protes berat. Tapi sang manajer jus buah itu membela diri. Kata dia, buah stroberi yang dipakai adalah stroberi premium pilihan yang diorder fresh hari itu juga untuk produksi satu hari. Ia menunjukkan buah stoberi utuh yang ! tersaji, dan memang benar sekali, seumur-umur saya belum pernah melihat buat stroberi sebagus dan sebesar itu. Kreamer dan gula yang dipakai juga adalah gula terbaik di kelasnya, kata sang manajer. Air yang dipakai pun adalah air dew mountain, air embun yang tentu saja harganya mahal, yang diolah lagi dengan alat khusus menjadi air heksagonal, dsb. Ia berkata bahwa kualitas adalah segalanya. Buat kita yang logis, tentu saja semua alasan itu adalah omong kosong. Tapi begitu berkenaan dengan perkara ‘rohani’ segala sesuatunya jadi diputar balik.

Hati nurani yang tersiksa berkenaan dengan ‘pelayanan’ adalah karena konsep pelayanan yang salah yang sudah kita miliki akibat pengajaran yang dangkal dan tidak mendasar.

Konsep pelayanan yang dicatat dalam Matius 25 : 31 - 46 sangat menyentuh hati. Ternyata pelayanan tidak serumit yang kita bayangkan. Tidak rumit bukan berarti bahwa pelayanan itu sesuatu yang gampang. Dalam Matius 25 : 31 - 46 kita bisa melayani Tuhan kita, kita bisa memberi Dia makan, memberi Dia minum, bisa memberi Dia pakaian, bisa memberi Dia tumpangan, bisa merawat Tuhan dan mengunjungi Tuhan. Apa yang bisa membuat Tuhan mengalami hal-hal itu? Yaitu lewat saudara-saudara kita yang sedang mengalami kelaparan, kehausan, kedinginan, kesendirian, kesakitan. Tuhan sendiri yang kita layani secara langsung saat kita melayani saudara-saudara kita yang mengalami kesulitan.

Ingin melihat wajah Tuhan? Lihatlah kepada saudara-saudara kita yang mengalami penderitaan. Ingin melihat tubuh Tuhan? Lihatlah kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan perawatan. Tuhan sendiri yang kita layani saat kita melayani saudara-saudara kita yang menderita. Inilah yang namanya pelayanan langsung. Pelayanan yang memperhatikan jiwa-jiwa. Tidak selalu penderitaan seseorang itu akibat dosa, tetapi bisa juga karena Tuhan sedang menguji atau mendidik orang tersebut, bisa juga karena Tuhan rindu untuk memberikan kesempatan kepada kita untuk melayani diriNya secara pribadi melalui orang tersebut! Dari sinilah perbedaan antara kristen kambing dan kristen domba!

Tentu saja pelayanan langsung ini tidak terkenal. Pelayanan yang bisa dilihat banyak orang memang gemerlap bahkan bisa dibilang ‘basah’. Sedangkan pelayanan seperti Matius 25 : 31 - 46 tidak fantastis, tidak bombastis, tidak spektakuler, karena tidak membutuhkan keahlian berkhotbah. Tidak butuh pujian manusia, tidak butuh struktur organisasi, tidak butuh turunnya dana anggaran, tidak butuh dekorasi, tidak butuh sound system, tidak butuh mimbar, dsb. Apa yang dibutuhkan dari pelayanan yang benar? Hati yang mengasihi jiwa-jiwa. Inilah yang menjadi landasannya. Siapakah jiwa-jiwa? Pasangan hidup kita, anak kita, orangtua kita, atasan kita, karyawan kita, rekan kantor, rekan pelayanan, kerabat, dsb.

Sekarang ini ukuran pelayanan seringkali adalah : pujian, tepuk tangan, besarnya gedung, banyaknya kehadiran jemaat, uang yang masuk, undangan khotbah, jabatan yang dipegang, dsb. Ini semua semu belaka! Ini adalah perkara luaran, bukan perkara yang mendasar. Dan banyak orang mengejar hal-hal seperti itu. Bagi orang-orang yang mengejar perkara luaran ini, visi mereka seringkali untuk memuaskan ego mereka sendiri. Perkara ingin menjadi terkenal menjadi sesuatu yang dikejar. Jadi apakah punya jemaat besar salah? Sama sekali tidak salah! Kita harus terus berusaha melakukan yang terbaik bagi Tuhan! Kita harus memuridkan orang-orang yang telah Tuhan percayakan dan membantu mereka –sesuai kasih karunia- untuk bertumbuh dewasa dan menjadi pemurid. Itu adalah anugerah yang luarbiasa. Berarti Tuhan telah memberikan berkat luarbiasa.

Perkara ingin menjadi terkenal tidak boleh menjadi tujuan kita dalam pelayanan, karena kita sangat tidak layak untuk menerima kemuliaan untuk diri kita sendiri. Gereja Tuhan harus memiliki roh seperti Yohanes Pembaptis, bahwa Tuhan kita harus semakin besar, dan kita harus menjadi semakin kecil. Kita bukan mencari kemuliaan sendiri, kita harus memiliki tujuan untuk memuliakan Tuhan. Dalam I Korintus 10 : 31, segala sesuatu yang kita lakukan, harus kita lakukan untuk kemuliaan Tuhan. Menjadi terkenal dalam pelayanan memang bisa saja terjadi, yang tidak boleh yaitu jika kita memiliki tujuan untuk menjadi terkenal. Bunda Theresa, memang terkenal, tapi sepertinya bukan itu yang ia kejar. Pelayanannya simple dan sederhana : mengasihi jiwa-jiwa yang menderita.

Tidak semua orang yang melayani Tuhan mengasihi Tuhan, tetapi orang yang mengasihi Tuhan, pasti melayani Tuhan. Pernyataan ini bukan bukan berarti bahwa orang yang mengasihi Tuhan pasti harus aktif di pelayanan organisasi gereja. Tapi bukan juga berarti aktif di organisasi gereja adalah sesuatu yang salah. Yang penting adalah pondasi pelayanan kita harus benar, entah itu melayani di organisasi gereja atau di luar organisasi gereja. Orang yang mengasihi Tuhan, pasti hatinya selalu rindu untuk melayani jiwa-jiwa! Ortu, teman, saudara, pembantu, rekan pelayanan, rekan kerja kantor, anak-anak yatim piatu, janda, narapidana, pecandu obat, dsb. Cakupannya sangat luas, melebihi pelayanan organisasi gereja.

Tapi saya tidak bisa apa-apa! Saya tidak punya talenta! Saya tidak punya bakat! Suara saya jelek! Saya sibuk kerja di kantor! Saya tidak bisa bicara di depan banyak orang! Saya tidak punya waktu untuk mengajar sekolah minggu! Saya tidak punya waktu untuk ikut komunitas sel!.... Alasan bisa dibuat banyak, bisa 1001 macam alasan dibuat untuk orang yang memang tidak mau melayani (atau yang tidak memiliki konsep pelayanan yang benar). Dasar pelayanan kita adalah Roma 12 : 1, yaitu jika kita memberikan hidup kita untuk Tuhan. Bagaimana kita melayani Tuhan? Yaitu dengan mengasihi saudara-saudara kita.

Matius 10 : 42 adalah perkataan Tuhan Yesus yang berbunyi “Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia muridKu, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya”. Bahkan untuk melayani orang yang ‘kecil’ sajapun dengan memberi secangkir air saja, Tuhan memperhitungkan itu kepada kita.

Memberikan ‘secangkir air sejuk’ adalah sebuah pertolongan kecil. Intinya adalah memberikan dari yang kita punya dulu. Tuhan tidak tuntut kita kasih air dingin (berarti perlu kulkas) atau memberi air panas (berarti perlu dipanaskan lagi sehingga membutuhkan extra bbm), atau air sebaskom (berarti butuh air banyak). Jangan terlalu jauh ingin memberikan sesuatu yang besar dan di luar jangkauan. Jika kita punya tenaga saja berikanlah itu. Jika tidak punya tenaga, berikanlah senyuman. Jika tidak bisa tersenyum bantulah dalam doa. Jadi mulailah pelayanan dari sesuatu yang kita punya dulu. Yang penting ialah : Hati yang mengasihi jiwa-jiwa.

David Livingstone, adalah misionaris di Afrika yang terkenal. Lewat hidupnya, banyak orang mengakui bahwa Afrika dilawat Tuhan secara luar biasa karena benih yang ditabur olehnya. Tapi tidak banyak yang tahu, bahwa panggilan David Livingstone ke Afrika adalah karena pelayanan kasih yang diberikan oleh seorang gembala gereja kecil di Skotlandia yang tidak terkenal. Gembala ini (tahun 1800-an), adalah gembala gereja kecil di Skotlandia, para diakennya suatu hari menyidang gembala ini karena, gembala ini tidak membawa banyak jiwa ke gereja ini. Dia hanya membawa satu jiwa, seorang anak berumur 9 tahun. Gembala ini merawat anak itu dengan kasih. Tapi karena keputusan sidang itu, akhirnya sang gembala harus meninggalkan gereja dan berpisah dengan anak kecil itu. Anak itu bernama Robert Moffat, dan dua puluh tahun kemudian, anak itu menjadi seorang yang pintar dalam firman Tuhan dan menjadi penterjemah Alkitab dalam berbagai bahasa, dan dikenal sebagai bapak misi luar negeri. Lewa! t pidatonya di Universitas Inggris-lah ia membakar hari seorang pemuda yang bernama David Livingstone ini…. Darimana ini semua? Dari seorang gembala yang dicap ‘gagal’ yang hanya memperhatikan satu jiwa dan melayaninya dengan penuh kasih.

Edward Kimball, seorang karyawan toko sepatu dan guru sekolah minggu di Chicago. Kadang diwaktu senggangnya dia melakukan kunjungan ke anak jalanan miskin di Chicago. Lewat kegiatannya ini D.L. Moody, penginjil terkenal Amerika diselamatkan pada tahun 1858. Ketika dewasa, D.L. Moody menjadi pengkhotbah yang dipakai Tuhan. Lewat pelayanan D.L. Moody ini, seorang pemuda bernama F.B.Meyer pada tahun 1879 diselamatkan, dan iapun menjadi pengkhotbah yang dipakai Tuhan. Lewat F.B. Meyer ini, J.W.Chapman, yang setelah dewasa menjadi pengkhotbah dimenangkan bagi Kristus, yang lalu memenangkan Billy Sunday yang kemudian menjadi penginjil. Lewat pelayanan Billy Sunday inilah Billy Graham menyerahkan hidupnya dalam suatu KKR di Charlotte, Carolina. Dan Tuhan memakai Billy Graham untuk menginjili jutaan umat manusia di muka bumi ini. Darimanakah semua ini berasal? Dari seorang karyawan sepatu yang sederhana yang kerinduannya ialah melayani jiwa-jiwa. Walaupun tidak mesti khotbah, pelaya! nan sederhana Edward Kimball ini dipakai Tuhan untuk merubah dunia. Pelayanan tidak perlu bombastis, tapi yang penting ialah mengasihi jiwa-jiwa seperti kita mengasihi Yesus, bahkan lebih kuat lagi, seperti Yesus mengasihi kita. Kita hanya perlu mengerjakan bagian kita, perkara selanjutnya adalah urusan Tuhan.

Dari tulisan diatas, biarlah kita bisa mengerti konsep pelayanan yang benar, dan memiliki dasar pelayanan yang kuat. Sehingga kita sebagai anak Tuhan tidak terombang-ambing oleh pengajaran yang kurang mendasar. Setiap anak Tuhan harus memiliki dasar yang kuat yaitu Yesus Kristus Tuhan kita.

Maranatha!

Penulis: Pieter
Email: Pieter_adiguna@live.com

5 komentar :

  1. Anonim8/7/10

    Puji Tuhan...saya percaya lewat pelayanan renungan ini, banyak jiwa2 yg di Berkati. Amin... Ykoraag@yahoo.com

    BalasHapus
  2. Anonim29/7/10

    alamat email penulis: jefeidola@hotmail.com

    BalasHapus
  3. Anonim19/8/10

    Amin..., terima kasih buat penjelasannya yang sangat detail, Gbu.

    BalasHapus
  4. Anonim18/9/10

    terima kasih atas penjelasanya....
    biarlah byk ank2 Tuhan yang semakin mengerti arti melayani seperti yang telah Tuhan ajarkan.....
    God bless you all.....
    gestima_bears@ymail.com

    BalasHapus
  5. silicone19/9/10

    mantaaap saudaraku. gereja, organisasi dan segudang programnya, dogmatisasi maupun denomasi tidak dapat menyelamatkan manusia, itu hanya media, tapi yg penting adalah diri kita mau memikul salip menyangkal diri dan mengikuti Yesus. Adonia Tuhan memberkati.

    BalasHapus

Sertai Komentar anda dengan alamat e-mail

Followers