30 Mei 2010

Rencana Keselamatan

Apakah Anda lapar? Bukan lapar secara fisik, tetapi apakah Anda lapar untuk hidup yang lebih baik? Apakah di dalam diri Anda ada sesuatu yang tidak pernah dipuaskan? Jika demikian, Yesus adalah jalannya. Yesus berkata, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yohanes 6:35).

Apakah Anda kebingungan? Apakah Anda sepertinya tidak pernah menemukan dan mengerti jalan kehidupan? Apakah hidup Anda seperti dalam kegelapan dan Anda tidak bisa mencari cara untuk meneranginya? Jika demikian, Yesuslah jalannya. Yesus mengatakan,"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup" (Yohanes 8:12).

Apakah Anda merasa terkunci? Anda mencoba berbagai pintu, dan yang Anda temukan adalah kekosongan dan hal-hal yang tidak ada artinya? Apakah Anda mencari pintu masuk kepada hidup yang berkelimpahan? Kalau demikian, Yesuslah jalannya! Yesus berkata, “Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput” (Yohanes 10:9).

Apakah orang lain mengecewakan Anda? Apakah relasi Anda dengan orang lain dangkal dan kosong? Apakah Anda merasa bahwa orang lain selalu berusaha memanfaatkan Anda? Jika demikian, Yesuslah jalannya. Yesus berkata, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; … Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku” (Yohanes 10:11,14).

Apakah Anda memikirkan apa yang terjadi setelah Anda meninggal dunia? Apakah Anda capek dengan hal-hal yang pada akhirnya rusak dan hancur? Apakah Anda sering merenungkan apakah hidup ini ada artinya? Apakah Anda ingin hidup setelah mati? Jika demikian, Yesuslah jalannya! Yesus menyatakan, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya" (Yohanes 11:25-26).

Apakah jalan itu? Apakah kebenaran itu? Apakah hidup? Yesus menjawab,"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6).

Kelaparan yang Anda rasakan adalah kelaparan rohani, dan hanya dapat dikenyangkan oleh Yesus. Yesus adalah Satu-satunya yang dapat menerangi kegelapan Anda. Yesus adalah Pintu kepada hidup yang berkelimpahan. Yesus adalah Sahabat dan Gembala yang Anda cari-cari. Yesus adalah Hidup – sekarang dan akan datang. Yesus adalah Jalan keselamatan!

Penyebab dari kelaparan Anda, penyebab dari kegelapan yang melingkupi hidup Anda, penyebab dari kegagalan Anda mendapatkan makna hidup, semua itu adalah karena Anda terpisah dari Tuhan. Alkitab memberitahukan bahwa kita semua telah berdosa dan karena itu kita terpisah dari Tuhan (Pengkhotbah 7:20; Roma 3:23). Kekosongan yang Anda rasakan dalam hati adalah karena Tuhan tidak ada dalam hidup Anda. Kita diciptakan untuk berhubungan dengan Allah. Karena dosa kita, kita tidak dapat memiliki hubungan itu. Yang lebih parah lagi, dosa akan menyebabkan kita terpisah dari Tuhan untuk kekekalan, dalam hidup ini dan sesudahnya (Roma 6:23; Yohanes 3:36).

Bagaimana masalah ini dapat diselesaikan? Yesuslah jalannya. Yesus memikul dosa-dosa kita (2 Korintus 5:21). Yesus mati menggantikan kita (Roma 5:8) menanggung hukuman yang sepantasnya kita tanggung. Tiga hari kemudian Yesus bangkit dari antara orang mati, membuktikan kemenanganNya atas dosa dan kematian (Roma 6:4-5). Mengapa Dia melakukannya? Yesus sendiri menjawab pertanyaan ini, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:13). Yesus mati supaya kita bisa hidup. Jika kita beriman kepada Yesus, percaya kepada kematianNya sebagai pembayaran atas dosa-dosa kita, semua dosa kita diampuni dan dibersihkan. Kelaparan rohani kita akan dikenyangkan. Terang akan bernyala. Kita akan mendapatkan jalan kepada hidup yang berkelimpahan. Kita akan mengenal Sahabat sejati dan Gembala kita yang baik. Kita akan tahu bahwa kita akan memiliki hidup setelah meninggalkan dunia ini, hidup dalam kebangkitan bersama dengan Yesus di surga untuk selama-lamanya.

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).

Apakah Anda membuat keputusan untuk menerima Kristus karena apa yang Anda baca di sini? Jika demikian, klik pada tombol “Saya telah menerima Kristus pada hari ini” di bawah.

Orang Kristen dan kelahiran kembali

Apa artinya menjadi orang Kristen yang lahir kembali? Bagian Alkitab yang sering dipakai untuk menjawab pertanyaan ini adalah Yohanes 3:1-21. Tuhan Yesus Kristus sementara berbicara dengan Nikodemus, orang Parisi yang ternama, dan anggota Sanhedrin (penguasa orang Yahudi). Nikodemus datang kepada Yesus pada malam hari. Nikodemus memiliki pertanyaan yang mau ditanyakan kepada Yesus.

Sementara Yesus berbicara dengan Nikodemus, Dia berkata, “…Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." Kata Nikodemus kepada-Nya: "Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?" Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. (Yohanes 3:3-7).

Kata “dilahirkan kembali” secara harafiah berarti “lahir dari atas.” Nikodemus memiliki kebutuhan yang nyata. Dia memerlukan perubahan hati, suatu transformasi rohani. Lahir baru, lahir kembali, adalah tindakan Allah yang memungkinkan untuk hidup kekal diberikan kepada orang yang percaya (2 Korintus 5:17; 1 Petrus 1:3; 1 Yohanes 2:29; 3:9; 5:1-4, 18). Yohanes 1:12, 13 mengindikasikan bahwa “lahir kembali” juga berarti “menjadi anak-anak Allah” melalui percaya dalam nama Yesus Kristus.

Secara logika muncul pertanyaan, “Mengapa seseorang perlu dilahirkan kembali?” Rasul Paulus dalam Efesus 2:1 mengatakan, “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kepada orang-orang Roma, dalam Roma 3:23, sang Rasul menuliskan, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Jadi, orang perlu dilahirkan kembali supaya dosa-dosa mereka diampuni dan agar dapat berhubungan dengan Allah.

Bagaimana hal itu dapat terjadi? Efesus 2:8,9 menjelaskan, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Efesus 2:8-9). Ketika orang “diselamatkan,” dia dilahirkan kembali, diperbaharui secara rohani, dan sekarang orang itu menjadi anak Allah karena dilahirkan kembali. Percaya kepada Yesus Kristus, Dia yang telah membayar hukuman dosa ketika Dia mati di kayu salib, adalah arti dari “lahir kembali” secara rohani. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru …” (2 Korintus 5:17a)

Jikalau Anda belum pernah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat Anda, maukah Anda menerima gerakan Roh Kudus yang berbicara dalam hati Anda? Anda perlu dilahirkan kembali. Maukah Anda mengucapkan doa penyesalan dan menjadi ciptaan baru di dalam Kristus hari ini? “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Yohanes 1:12-13).

Jikalau Anda bersedia menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat Anda dan dilahirkan kembali, di sini ada sebuah contoh doa. Ingat, sekedar mengucapkan doa ini atau doa-doa lainnya tidak akan menyelamatkan Anda. Hanya dengan percaya kepada Kristus yang dapat menyelamatkan Anda dari dosa-dosa Anda. Doa ini hanyalah sebuah cara untuk mengungkapkan iman Anda kepada Tuhan dan untuk berterima kasih kepadaNya untuk keselamatan yang Dia telah sediakan untuk Anda. “Tuhan, saya tahu saya telah berdosa terhadap Engkau dan saya pantas dihukum. Namun Yesus Kristus telah menanggung hukuman yang sepantasnya saya tanggung sehingga dengan beriman kepadaNya saya dapat diampuni. Saya bertobat dari dosa-dosa saya dan percaya kepadaMu untuk menerima keselamatan. Terima kasih untuk anugerah dan pengampunanMu yang ajaib, karunia hidup kekal! Amin!

Apakah Anda membuat keputusan untuk menerima Kristus karena apa yang Anda baca di sini? Jika demikian, klik pada tombol “Saya telah menerima Kristus pada hari ini” di bawah.

27 Mei 2010

Pertobatan dalam keselamatan

Banyak orang memahami istilah “pertobatan” berarti “berbalik dari dosa.” Ini bukanlah definisi Alkitab mengenai pertobatan. Dalam Alkitab, kata “bertobat” berarti “berubah pikiran.” Alkitab juga memberitahu kita bahwa pertobatan yang sejati akan menghasilkan perubahan tindakan (Lukas 3:8-14, Kisah Rasul 3:19). Kisah 26:20 menyatakan, “Tetapi mula-mula aku memberitakan bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu.” Definisi pertobatan yang sepenuhnya secara Alkitabiah adalah perubahan pikiran yang menghasilkan perubahan tingkah laku.

Kalau demikian, apa hubungan antara pertobatan dan keselamatan? Kitab Kisah Rasul nampaknya secara khusus memusatkan perhatian pada pertobatan dalam hubungannya dengan keselamatan (Kisah 2:38, 3:19; 11:18; 17:30; 20:21; 26:20). Bertobat, dalam kaitannya dengan keselamatan, adalah merubah pikiran Anda dalam hubungannya dengan Yesus Kristus. Dalam khotbah Petrus pada hari Pentakosta (Kisah 2) dia mengakhirinya dengan panggilan agar orang-orang bertobat (Kisah 2:38). Bertobat dari apa? Petrus memanggil orang-orang yang menolak Yesus Kristus (Kisah 2:36) untuk mengubah pikiran mereka mengenai Dia, untuk mengakui bahwa Dia sungguh-sungguh adalah “Tuhan dan Kristus” (Kisah 2:36). Petrus memanggil orang-orang untuk mengubah pikiran mereka dari menolak Kristus sebagai Mesias menjadi beriman kepadaNya sebagai Mesias dan Juruselamat.

Pertobatan dan iman dapat dipahami sebagai “dua sisi dari koin yang sama.” Tidaklah mungkin beriman kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat tanpa terlebih dahulu mengubah pikiran Anda mengenai siapa Dia dan apa yang telah Dia lakukan. Apakah ini adalah pertobatan dari penolakan secara sengaja, atau pertobatan dari ketidakacuhan atau ketidaktertarikan – itu adalah perubahan pikiran. Pertobatan Alkitabiah, dalam hubungannya dengan keselamatan, adalah merubah pikiran Anda dari menolak Kristus menjadi beriman kepada Kristus.

Adalah penting untuk memahami bahwa pertobatan bukanlah hasil karya kita demi untuk mendapatkan keselamatan. Tidak ada seorangpun dapat bertobat dan datang kepada Allah kecuali kalau Allah menarik orang tsb. kepadaNya (Yohanes 6:44). Kisah 5:31 dan 11:18 mengindikasikan bahwa pertobatan adalah pemberian Allah – yang dimungkinkan semata-mata karena anugrahNya. Tidak ada seorangpun yang dapat bertobat kecuali kalau Allah menganugrahkan pertobatan. Segala yang bersangkutan dengan keselamatan, termasuk pertobatan dan iman, adalah hasil dari Allah menarik kita, membuka mata kita, dan mengubah hati kita. Panjang sabar Allah menuntun kita kepada pertobatan (2 Petrus 3:9), demikian pula kebaikanNya (Roma 2:4).

Sekalipun pertobatan bukanlah pekerjaan yang menghasilkan keselamatan, pertobatan yang menuntun pada keselamatan pasti menghasilkan suatu karya. Adalah tidak mungkin untuk benar-benar dan secara keseluruhan mengubah pikiran Anda tanpa hal itu menyebabkan perubahan dalam perilaku. Dalam Alkitab pertobatan menghasilkan perubahan tingkah laku. Itu sebabnya Yohanes Pembaptis berseru agar orang-orang “menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan” (Matius 3:8). Seseorang yang benar-benar telah bertobat dari penolakan akan Kristus kepada iman akan Kristus akan nyata melalui hidup yang berubah (2 Korintus 5:17, Galatia 5:19-23, Yakobus 2:14-26). Pertobatan, didefinisikan secara tepat, adalah perlu untuk keselamatan. Pertobatan yang Alkitabiah adalah mengubah pikiran Anda mengenai Yesus Kristus dan berbalik kepada Allah dalam iman untuk keselamatan (Kisah 3:19). Berbalik dari dosa bukanlah definisi dari pertobatan, melainkan adalah salah satu hasil dari pertobatan yang sejati, yang berlandaskan iman yang menuntun kepada Tuhan Yesus Kristus.

26 Mei 2010

Yakinkah anda masuk Sorga?

Apakah Anda memiliki kepastian bahwa Anda memiliki hidup kekal dan akan masuk surga saat Anda meninggalkan dunia ini? Allah ingin Anda memiliki kepastian itu. Alkitab mengatakan, “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (1 Yohanes 5:13). Misalnya Anda berdiri di hadapan Tuhan saat ini dan Dia bertanya, “Mengapa Saya harus mengijinkan engkau masuk Surga?” Apa yang akan Anda katakan? Anda mungkin tidak tahu bagaimana menjawabnya. Apa yang patut Anda ketahui ialah bahwa Tuhan mengasihi kita dan telah menyediakan cara untuk kita mendapat kepastian di mana kita akan melewati kekekalan. Alkitab mengatakan demikian, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).

Pertama-tama kita perlu memahami masalah yang menghalangi kita masuk surga. Persoalan itu adalah pribadidosa kita yang menghalangi kita menjalin relasi dengan Tuhan. Secara pribadidan berdasarkan pilihan kita, kita ada orang berdosa. “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23). Kita tidak dapat menyelamatkan diri sendiri. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-9). Kita pantas dibinasakan dan masuk neraka. “Sebab upah dosa ialah maut” (Roma 6:23).

Tuhan suci dan adil, dan harus menghukum dosa, namun Dia mengasihi kita dan telah menyediakan pengampunan untuk dosa-dosa kita. Yesus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Yesus mati bagi kita di atas salib: “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah” (1 Petrus 3:18). Yesus dibangkitkan dari antara orang mati: “Yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita (Roma 4:25).

Jadi kembali kepada pertanyaan kita yang semula – “Bagaimana saya tahu pasti bahwa saya akan masuk Surga saat saya meninggal dunia?” Jawabannya: percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan diselamatkan (Kisah Rasul 16:31). “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yohanes 1:12). Anda dapat menerima hidup kekal sebagai hadiah CUMA-CUMA. “Karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 6:23). Anda dapat memiliki hidup yang berkelimpahan dan bermakna saat ini juga. Yesus berkata, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10). Anda dapat hidup dalam kekekalan bersama dengan Yesus di Surga karena Dia sudah berjanji, “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yohanes 14:3).

Jikalau Anda mau menerima Yesus sebagai Juruselamat Anda dan menerima pengampunan dari Tuhan, berikut ini adalah sebuah doa yang dapat Anda doakan. Ingat, sekedar mengucapkan doa ini atau doa-doa lainnya tidak akan menyelamatkan Anda. Hanya percaya kepada Yesus yang akan menyelamatkan Anda dari dosa. Doa ini adalah sebuah cara untuk mengungkapkan kepada Tuhan bahwa Anda beriman kepadaNya dan untuk berterima kasih kepadaNya untuk keselamatan yang Dia sediakan bagi Anda. “Tuhan, saya tahu bahwa saya telah berdosa kepadaMu dan pantas untuk dihukum. Namun Yesus Kristus telah menanggung hukuman yang seharusnya saya tanggung sehingga dengan beriman kepadaNya saya dapat diampuni. Saya berbalik dari dosa-dosaku dan percaya kepadaMu untuk diselamatkan. Terima kasih untuk anugerah dan pengampunanMu yang indah! Amin!”

Apakah Anda membuat keputusan untuk menerima Kristus karena apa yang Anda baca di sini? Jika demikian, klik pada tombol “Saya telah menerima Kristus pada hari ini” di bawah.

25 Mei 2010

Tujuan Hidup

Bagaimana saya dapat menemukan tujuan, pemenuhan dan kepuasan dalam hidup? Apakah saya memiliki potensi untuk mencapai sesuatu yang memiliki makna yang langgeng? Banyak orang tidak pernah berhenti mempertimbangkan apakah arti hidup itu. Mereka memandang ke belakang dan tidak mengerti mengapa relasi mereka berantakan dan mengapa mereka merasa begitu kosong walaupun mereka telah berhasil mencapai apa yang mereka cita-citakan. Salah satu pemain baseball yang namanya dicatat dalam Baseball Hall of Fame ditanya apa yang dia harap orang beritahu dia ketika dia baru mulai bermain baseball. Dia menjawab, “Saya berharap orang akan memberitahu saya bahwa ketika kamu sampai di puncak, di sana tidak ada apa-apa.” Banyak sasaran hidup ternyata kosong setelah dikejar dengan sia-sia bertahun-tahun lamanya.

Dalam masyarakan humanistik kita, orang mengejar banyak cita-cita, menganggap bahwa di dalamnya mereka akan mendapatkan makna. Beberapa cita-cita ini termasuk: kesuksesan bisnis, kekayaan, relasi yang baik, seks, hiburan, berbuat baik kepada orang lain, dll. Orang-orang memberi kesaksian bahwa saat mereka mencapai cita-cita mereka untuk mendapat kekayaan, relasi dan kesenangan, di dalam diri mereka ada kekosongan yang dalam, perasaan kosong yang tidak dapat dipenuhi oleh apapun.

Penulis kitab Pengkhotbah menjelaskan perasaan ini ketika dia mengatakan, “Kesia-siaan belaka, kesia-siaan belaka, … segala sesuatu adalah sia-sia.” Penulis memiliki kekayaan yang tak terkira, hikmat kebijaksanaan yang melampaui orang-orang pada zamannya maupun zaman sekarang, dia memiliki ratusan wanita, istana dan taman yang menjadikan kerajaan-kerajaan lain cemburu, makanan dan anggur terbaik, dan segala bentuk hiburan. Satu saat dia berkata, segala yang diinginkan hatinya dikejarnya. Namun kemudian dia menyimpulkan, “hidup di bawah matahari” (hidup dengan sikap sepertinya hidup itu hanyalah apa yang kita lihat dan rasakan) adalah kesia-siaan belaka! Mengapa bisa ada kehampaan seperti ini? Karena Allah menciptakan kita untuk sesuatu yang melampaui apa yang dapat kita alami dalam dunia sekarang ini. Tentang Allah, Salomo berkata, “Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka …” Dalam hati kita, kita senantiasa sadar bahwa dunia sekarang ini bukan segalanya.

Dalam kitab Kejadian, kitab pertama dalam Alkitab, kita mendapatkan bahwa Tuhan menciptakan manusia menurut gambarNya (Kejadian 1:26). Ini berarti kita lebih mirip dengan Tuhan daripada dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Kita juga mendapatkan bahwa sebelum manusia jatuh dalam dosa dan bumi dikutuk: (1) Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sosial (Kejadian 2:18-25); (2) Tuhan memberi manusia pekerjaan (Kejadian 2:15); (3) Tuhan memiliki persekutuan dengan manusia (Kejadian 3:8); dan (4) Tuhan memberi manusia kuasa atas bumi ini (Kejadian 1:26). Apakah arti semua ini? Saya percaya bahwa Allah menginginkan semua ini menambah kepuasan dalam hidup kita, namun semua ini (khususnya persekutuan manusia dengan Tuhan) telah dirusakkan oleh kejatuhan manusia ke dalam dosa dan juga oleh kutukan atas bumi ini (Kejadian 3).

Dalam kitab Wahyu, kitab terakhir dalam Alkitab, di bagian akhir dari banyak peristiwa yang terjadi pada zaman akhir, Tuhan mengungkapkan bahwa Dia akan menghancurkan langit dan bumi ini dan membawa kekekalan dengan menciptakan langit dan bumi yang baru. Pada waktu itu Dia akan memulihkan persekutuan dengan orang-orang yang sudah ditebus. Sebagian umat manusia akan dihukum dan dilemparkan ke dalam Lautan Api (Wahyu 20:11-15). Pada waktu ini kutukan atas bumi ini akan disingkirkan, dan tidak akan ada lagi dosa, kesusahan, penyakit, kematian, kesakitan, dll (Wahyu 21:4). Dan orang-orang percaya akan mewarisi segala sesuatu, Allah akan berdiam dengan mereka dan mereka akan menjadi anak-anakNya (Wahyu 21:7). Dengan demikian kita menggenapi siklus di mana Allah menciptakan kita untuk bersekutu dengan Dia, manusia jatuh dalam dosa dan memutuskan persekutuan itu; dalam kekekalan Allah memulihkan hubungan itu secara penuh dengan orang-orang yang Dia pandang layak. Hidup dalam dunia ini dan mendapatkan segala sesuatu hanya untuk mati dan terpisah dari Tuhan untuk selama-lamanya adalah lebih buruk dari kesia-siaan! Namun Tuhan telah membuat jalan di mana bukan saja kebahagiaan kekal dimungkinkan (Lukas 23:43), namun juga agar hidup sekarang ini memuaskan dan berarti.

Sekarang, bagaimana kebahagiaan kekal dan “surga di bumi” ini dapat diperoleh?

MAKNA HIDUP DIPULIHKAN MELALUI YESUS KRISTUS

Sebagaimana telah diindikasikan di atas makna hidup, baik sekarang maupun dalam kekekalan ditemukan dalam hubungan yang dipulihkan dengan Tuhan; hubungan yang telah lenyap ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Hari ini, hubungan dengan Allah itu dimungkinkan hanya melalui AnakNya, Yesus Kristus (Kisah Rasul 4:12; Yohanes 14:6; 1:12). Hidup kekal diperoleh ketika seseorang menyesali dosa-dosanya (tidak mau lagi hidup dalam dosa namun ingin Kristus mengubah mereka dan menjadikan mereka pribadi-pribadi yang baru) dan milai bergantung pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat (lihat pertanyaan: “Apa itu rencana keselamatan?” untuk informasi lebih lanjut tentang topik penting ini)

Arti hidup yang sebenarnya tidak ditemukan hanya dengan mengenal Yesus sebagai Juruselamat (seindah apapun hal itu). Makna hidup yang sebenarnya ditemukan ketika orang mulai berjalan mengikuti Kristus sebagai muridNya, belajar dari Dia, menggunakan waktu bersama dengan Dia dalam FirmanNya, Alkitab, bersekutu dengan Dia dalam doa, dan berjalan denganNya dalam ketaatan kepada perintah-perintahNya. Jikalau Anda adalah orang yang belum percaya (atau baru percaya), Anda mungkin akan mengatakan kepada diri sendiri, “Sepertinya itu tidak terlalu menggairahkan atau menyenangkan untuk saya!” Tapi tolong baca lebih lanjut. Yesus membuat pernyataan-pernyataan ini:

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan" (Matius 11:28-30). “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10b). "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Matius 16:24-25). “Dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mazmur 37:4).

Apa yang dikatakan oleh ayat-ayat ini adalah bahwa kita memiliki pilihan. Kita bisa terus berusaha mengarahkan hidup kita sendiri (dan sebagai hasilnya hidup dalam kehidupan yang kosong) atau kita bisa memilih untuk mengikuti Tuhan dan rencanaNya bagi hidup kita, mengikutiNya dengan sepenuh hati (hasilnya, hidup yang penuh, cita-cita kesampaian, dan mendapatkan kepuasan). Hal ini karena Pencipta kita mengasihi kita dan menghendaki yang terbaik bagi kita (bukan selalu yang paling mudah, tapi yang paling memuaskan).

Sebagai penutup, saya ingin membagikan sebuah perumpamaan yang saya pinjam dari seorang teman pendeta. Jikalau Anda adalah penggemar olahraga dan Anda memutuskan untuk pergi ke pertandingan professional, Anda dapat membayar beberapa dollar, dan duduk di barisan paling atas di stadion, atau Anda merogoh beberapa ratus dollar dan duduk dekat dengan lapangan pertandingan. Demikian pula dengan hidup keKristenan. Menyaksikan Tuhan bekerja SECARA LANGSUNG bukanlah bagian dari orang-orang Kristen hari Minggu. Menyaksikan Allah bekerja SECARA LANGSUNG adalah bagi murid-murid Tuhan yang sepenuh hati, yang telah berhenti mengejar keinginan mereka sendiri dalam hidup ini supaya mereka bisa mengejar rencana Tuhan. MEREKA telah membayar harga (penyerahan penuh kepada Kristus dan kehendakNya); mereka menikmati hidup secara penuh; dan mereka bisa memandang diri sendiri, teman-teman mereka, dan Pencipta mereka tanpa ada penyesalan. Sudahkah Anda membayar harga? Apakah Anda bersedia? Jika demikian, Anda tidak akan pernah kehilangan makna atau tujuan hidup lagi.

24 Mei 2010

Orang Kristen ke Dokter! Bolehkah?

Dokter disebutkan berkali-kali dalam Alkitab. Satu-satunya ayat yang dapat diambil keluar dari konteks untuk mengajar bahwa orang tidak boleh ke dokter adalah 2 Tawarikh 16:12, “Pada tahun ketiga puluh sembilan pemerintahannya Asa menderita sakit pada kakinya yang kemudian menjadi semakin parah. Namun dalam kesakitannya itu ia tidak mencari pertolongan TUHAN, tetapi pertolongan tabib-tabib.” Namun hal ini meliputi seluruh sikap hidup Asa pada tahun-tahun terakhirnya (yang berpaling dari Tuhan beberapa waktu sebelumnya).

Ada banyak ayat yang berbicara mengenai menggunakan “pelayanan medis” seperti misalnya mempergunakan perban (Yesaya 1:6), minyak (Yakobus 5:14), minyak dan anggur (Lukas 10:34), daun-daun (Yehezkiel 47:12), minum anggur (1 Timotius 5:23), dan salep/balsam, khususnya balsam dari Gilead (Yeremia 8:22). Lagipula Lukas, penulis dari Kisah Para Rasul and Injil Lukas disebut oleh Paulus sebagai “tabib yang kekasih” (Kolose 4:14).

Markus 5:25-30 berbicara mengenai seorang wanita yang memiliki pendarahan yang terus menerus, suatu penyakit yang tidak dapat diobati oleh para dokter sekalipun dia telah pergi ke banyak dokter dan menghabiskan uang. Waktu dia datang kepada Yesus, dia berpikir bahwa kalau saja dia menyentuh ujung jubah Yesus maka dia akan disembuhkan, dan dia sembuh.

Dalam menjawab pertanyaan orang-prang Farisi tentang mengapa Dia menggunakan banyak waktu dengan orang-orang berdosa, Yesus menjawab mereka, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit” (Matius 9:12). Dari ayat-ayat di atas orang dapat mengambil prinsip-prinsip berikut ini:

1) Dokter bukanlah Allah dan tidak boleh dipandang sebagai Allah. Kadang kala mereka dapat menolong, namun ada kalanya yang mereka lakukan hanyalah menghabiskan uang.

2) Mencari dan menggunakan dokter dan pengobatan “duniawi” tidak dicela dalam Alkitab bahkan nampaknya dipergunakan dalam Alkitab.

3) Campur tangan Allah dalam masalah fisik apapun perlu dicari (Yakobus 4:2; 5:13). Dia tidak berjanji bahwa Dia akan menjawab sesuai dengan apa yang kita minta (Yesaya 55:8-9), namun kita memiliki jaminan bahwa segala yang dilakukannya dilakukan karena kasih dan untuk kebaikan kita (Mazmur 145:8-9).

Jadi bolehkah orang Kristen pergi ke dokter? Allah menciptakan kita sebagai makhluk yang berakal budi dan memberi kita kemampuan untuk menciptakan obat-obatan dan belajar bagaimana mengobati diri kita. Tidak ada salahnya menggunakan pengetahuan dan kemampuan kita untuk penyembuhan fisik. Para dokter dapat dipandang sebagai karunia Allah kepada kita … sarana yang melaluinya Allah memberi kesembuhan dan pemulihan. Pada saat yang sama, iman dan kepercayaan kita haruslah pada Allah, bukan pada dokter atau obat-obatan. Sama seperti keputusan-keputusan sulit lainnya, Allah berjanji untuk memberi kita hikmat saat kita memintanya (Yakobus 1:5).

21 Mei 2010

Cara mengatasi dosa !

Alkitab berbicara sarana-sarana berikut ini untuk mengatasi dosa kita:

(1) Roh Kudus – Roh kudus adalah sebuah hadiah yang diberikan Allah kepada kita (gerejaNya) agar dapat berkemenangan dalam hidup Kristiani. Dalam Galatia 5:16-25 Allah mempertentangkan keinginan daging dan buah Roh Kudus. Dalam bagian Alkitab ini, kita dipanggil untuk hidup dalam Roh. Setiap orang percaya sudah memiliki Roh Kudus, namun ayat ini memberitahu kita bahwa kita perlu hidup dalam Roh, tunduk kepada kuasaNya. Ini berarti secara aktif mengikuti gerakan Roh Kudus dan bukan mengikuti kedagingan.

Besarnya peranan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya dapat dilihat dalam hidup Petrus yang sebelum dipenuhi Roh Kudus menyangkal Yesus tiga kali sesudah mengatakan bahwa dia akan mengikuti Kristus sampai mati. Setelah dipenuhi Roh Kudus, dia berbicara kepada orang-orang Yahudi pada hari Pentakosta dengan tanpa takut dan penuh keyakinan.

Seseorang hidup dalam Roh Kudus saat dia tidak berusaha membatasi gerakan Roh Kudus (“memadamkan Roh” yang dibicarakan dalam 1 Tesalonika 5:19) dan berusaha untuk hidup dipenuhi dengan Roh (Efesus 5:18-21). Bagaimana seseorang dapat dipenuhi dengan Roh Kudus? Pertama-tama, sama seperti dalam Perjanjian Lama, Tuhan yang menentukan. Dia memilih orang-orang dan peristiwa-peristiwa tertentu dalam Perjanjian Lama untuk memenuhi orang-orang yang dipilihNya untuk menggenapi pekerjaan yang dikehendakiNya (Kejadian 41:38; Keluaran 31:3; Bilangan 24:2; 1 Samuel 10:10; dll). Saya percaya bahwa Efesus 5:18-21 dan Kolose 3:16 membuktikan bahwa Tuhan memilih untuk memenuhi orang-orang yang memenuhi diri mereka dengan Firman Tuhan. Hal ini nyata bahwa hasil dari kedua pemenuhan dalam ayat-ayat tsb adalah sama. Dan ini mengantar kita kepada sarana berikutnya.

(2) Firman Tuhan, Alkitab – 2 Timotius 3:16-17 mengatakan bahwa Tuhan telah memberikan FirmanNya kepada kita untuk memperlengkapi kita untuk setiap pekerjaan baik. Alkitab mengajar bagaimana kita hidup dan apa yang kita percaya. Alkitab menolong kita untuk melihat saat kita mengambil jalan yang salah dan menolong kita untuk kembali ke jalan yang benar dan terus berjalan di jalan itu. Sebagaimana dibagikan dalam Ibrani 4:12, Firman Tuhan hidup dan berkuasa dan mampu menembus ke dalam hati kita dan mengangkat masalah paling dalam yang secara manusia tidak dapat ditangani. Pemazmur berbicara mengenai kuasa Alkitab untuk mengubah hidup dalam Mazmur 119:9,11, 105 dan ayat-ayat lainnya. Yosua diberitahukan bahwa kunci keberhasilannya mengatasi musuh (sebagai analogi dari peperangan rohani kita) adalah tidak melupakan sarana yang satu ini namun merenungkannya siang dan malam supaya dia dapat melakukannya. Yosua melakukan ini sekalipun apa yang Tuhan perintahkan tidak masuk akal secara militer, dan inilah kunci kemenangannya dalam merebut Tanah Perjanjian.

Sumber yang satu ini seringkali kita perlakukan dengan sepele. Kita membawa Alkitab ke gereja atau membaca renungan harian atau satu pasal dalam sehari, namun kita lalai untuk menghapalnya, merenungkannya, mencari penerapannya dalam hidup kita, mengakui dosa yang ditunjukkannya, dan bersyukur untuk karunia yang diberikan Tuhan kepada kita. Dalam hubungannya dengan Alkitab kita sering kali tidak punya selera atau makan secara berlebihan. Kita sering kali makan Firman Tuhan hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dengan menyantap Firman Tuhan hanya ketika kita ke gereja (tapi tidak pernah makan secara cukup untuk membuat kita jadi orang Kristen yang sehat dan segar bugar), atau kita sering sekali makan, tapi tidak pernah merenungkannya secara cukup untuk mendapatkan nutrisi rohani daripadanya.

Jikalau Anda tidak punya kebiasaan untuk mempelajari Firman Tuhan secara bermakna setiap hari dan menghapal ayat-ayat yang berkesan kepada kita, adalah penting untuk Anda mulai berusaha untuk menjadikan itu kebiasaan Anda. Saya juga ingin menyarankan Anda untuk memulai sebuah jurnal baik di komputer (kalau Anda mengetik lebih cepat dari menulis), atau dalam sebuah buku, dll. Jadikan kebiasaan untuk tidak meninggalkan Alkitab sampai Anda sudah mencatat segala yang Anda pelajari darinya. Saya juga sering mencatat doa-doa meminta Tuhan mengubah bagian-bagian hidup yang Tuhan telah tunjukkan kepada saya. Alkitab adalah alat yang Roh Kudus gunakan dalam hidup kita dan dalam hidup orang-orang lain (Efesus 6:17), suatu bagian utama dan penting dari senjata rohani yang Tuhan berikan untuk kita pakai dalam peperangan rohani ktia (Efesus 6:12-18)!

(3) Doa – Ini adalah sebuah sarana penting lainnya yang Tuhan telah berikan kepada kita. Inipun merupakan sebuah sarana yang sering kita orang Kristen hanya berbasa-basi namun jarang dipergunakan. Kita ada persekutuan doa, waktu-waktu untuk berdoa, dll., namun kita tidak menggunakannya sesuai dengan contoh yang diberikan oleh gereja mula-mula (Kisah Rasul 3:1; 4:31; 6:4; 13:1-3, dll). Paulus berkali-kali mengatakan bagaimana dia berdoa bagi mereka-mereka yang dia layani. Secara pribadi kita juga sering tidak menggunakan sarana ini. Tuhan telah memberikan janji-janji indah sehubungan dengan doa (Matius 7:7-11; Lukas 18:1-8; Yohanes 6:23-27; 1 Yohanes 5:14-15, dll). Dan kembali Paulus mencantumkan doa dalam pembahasannya mengenai peperangan rohani (Efesus 6:18)!

Bagaimanakah pentingnya doa? Ketika Anda melihat kepada Petrus, Anda mengingat apa yang dikatakan Yesus kepadanya di Taman Getsemani sebelum Petrus menyangkal Yesus. Di sana, saat Yesus berdoa, Petrus tidur. Yesus membangunkan dia dan berkata, “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah" (Matius 26:41). Sama seperti Petrus, Anda ingin melakukan apa yang baik tapi tidak memiliki kekuatan. Kita perlu mengikuti nasehat Tuhan untuk mencari, mengetuk dan meminta … dan Dia akan memberikan kita kekuatan yang kita perlukan (Matius 7:7ff). Tetapi kita tidak boleh sekedar berbasa basi dalam hal ini.

Saya tidak mengatakan bahwa doa memiliki kuasa magis. Bukan demikian. Allah adalah Allah yang luar biasa. Doa adalah pengakuan akan keterbatasan kita dan akan kuasa Tuhan yang tidak terbatas dan melalui doa kita berpaling kepadaNya untuk kuasa itu supaya kita dapat melakukan apa yang Dia ingin kita lakukan (bukan apa yang KITA ingin lakukan) (1 Yohanes 5:14-15).

(4) Gereja – Kembali kita sering mengabaikan sarana yang terakhir ini. Ketika Yesus mengutus murid-muridNya, Dia mengirimkan mereka dalam kelompok yang terdiri dari dua orang (Matius 10:1). Ketika kita membaca mengenai perjalanan-perjalanan misi di Kisah Rasul, mereka tidak pergi sendirian, tapi dalam kelompok yang terdiri dari paling sedikit dua orang. Yesus berkata di mana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam namaNya, Dia ada di tengah-tengah mereka (Matius 18:20). Dia memerintahkan kita untuk jangan menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh oleh beberapa orang, tetapi menggunakan kesempatan itu untuk saling menasihati satu dengan yang lain dalam kasih dan pekerjaan baik (Ibrani 10:24-25). Yesus mengajarkan kita untuk saling mengaku dosa satu dengan yang lain (Yakobus 5:16). Dalam kitab-kitab hikmat dalam Perjanjian Lama, kita diberitahukan bahwa besi menajamkan besi orang menajamkan sesamanya (amsal 27:17). “Tali tiga lembar tak mudah diputuskan” (Pengkhotbah 4:11-12).

Ada orang-orang yang saya tahu yang bersekutu dengan saudara atau saudari seiman melalui telpon atau muka dengan muka dan membagikan bagaimana hidup keKristenan mereka, pergumulan mereka, dll., dan saling mendoakan satu dengan yang lain dan saling bertanggung jawab dalam menerapkan Firman Tuhan dalam relasi mereka, dst.

Kadang perubahan terjadi dengan cepat. Kadang, dalam bidang lain, perubahan terjadi dengan lebih lambat. Namun Tuhan telah berjanji bahwa selama kita menggunakan sarana-sarana yang diberikanNya, Dia AKAN mengubah hidup kita. Mari kita bertekun karena kita tahu bahwa Dia setia kepada janji-janjiNya.

20 Mei 2010

Mujizat !, masikah terjadi?

Penting untuk menyadari bahwa ini bukan mempertanyakan apakah Tuhan masih melakukan mujizat pada zaman sekarang. Adalah suatu kebodohan dan tidak Alkitabiah untuk mengatakan bahwa Allah tidak lagi menyembuhkan orang, berbicara kepada orang-orang dan melakukan mujizat dan tanda-tanda ajaib pada zaman sekarang. Pertanyaannya adalah apakah karunia berbuat mujizat yang digambarkan dalam 1 Korintus pasal 12-14 masih aktif dalam gereja pada zaman sekarang. Ini bukan mempertanyakan apakah Roh Kudus ”dapat” memberi seseorang karunia untuk berbuat mujizat. Pertanyaannya adalah, apakah pada zaman sekarang Roh Kudus masih memberikan karunia untuk berbuat mujizat. Lebih dari semua itu, kita mengakui bahwa Roh Kudus bebas untuk membagi-bagikan karunia sesuai dengan apa yang diinginkanNya (1 Korintus 12:7-11).

Dalam kitab Kisah Rasul dan Surat-surat, sebagian besar mujizat dilakukan oleh para rasul dan pembantu-pembantu dekat mereka. 2 Korintus12:12 memberi kita alasan mengapa demikian, “Segala sesuatu yang membuktikan, bahwa aku adalah seorang rasul, telah dilakukan di tengah-tengah kamu dengan segala kesabaran oleh tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa.” Jika setiap orang percaya dalam Kristus diberikan kemampuan untuk melakukan tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa, maka tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa tidak dapat menjadi tanda pengenal seorang rasul. Kisah Rasul 2:22 memberitahu kita bahwa Yesus ”diakreditasikan” oleh ”tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa.” Demikian pula para rasul ”ditandai” sebagai utusan-utusan yang benar-benar dari Allah melalui mujizat-mujizat yang mereka lakukan. Kisah Rasul 14:3 mengatakan bahwa berita Injil ”dikonfirmasikan” oleh mujizat-mujizat yang dilakukan oleh Paulus dan Barnabas.

1 Korintus pasa 12-14 pada pokoknya membicarakan topik karunia-karunia Roh. Dari teks ini kelihatannya bahwa orang-orang Kristen “biasa” kadang-kadang diberi karunia berbuat mujizat (12:8-10; 28-30). Kita tidak diberitahu berapa umum hal ini. Dari apa yang kita pelajari di atas, bahwa para rasul ”ditandai” dengan mujizat dan tanda-tanda ajaib, kelihatannya karunia berbuat mujizat diberikan pada orang-orang Kristen ”biasa” sebagai suatu kekecualian dan bukan kebiasaan. Selain para rasul dan pembantu-pembantu dekat mereka, dalam Perjanjian Baru tidak dikatakan orang-orang lain memiliki karunia berbuat mujizat.

Penting untuk diingat bahwa gereja mula-mula tidak memiliki Alkitab yang lengkap sebagaimana kita miliki hari ini (2 Timotius 3:16-17). Karena itu karunia bernubuat, pengetahuan dan kebijaksanaan, dll dibutuhkan agar supaya orang-orang Kristen mula-mula mengetahui apa yang Allah ingin mereka lakukan. Karunia bernubuat memampukan orang-orang percaya mengkomunikasikan kebenaran dan wahyu baru dari Tuhan. Sekarang setelah wahyu Allah lengkap dalam Alkitab, karunia yang bersifat ”pewahyuan” tidak lagi dibutuhkan, paling tidak dalam kapasitas seperti dalam Perjanjian Baru.

Allah secara ajaib menyembuhkan orang setiap hari. Allah masih berbicara kepada kita pada zaman sekarang, baik dengna suara yang kedengaran, maupun dalam pikiran kita, atau melalui kesan dan perasaan yang kita dapatkan. Allah masih melakukan tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa yang mengherankan, dan kadang-kadang melakukan mujizat-mujizat itu melalui orang Kristen. Namun demikian, apa yang dilakukan tidak selalu berarti itu adalah karunia melakukan mujizat. Tujuan utama dari karunia berbuat mujizat adalah untuk membuktikan bahwa Injil itu benar adanya dan bahwa para rasul adalah benar-benar utusan-utusan Allah. Alkitab tidak secara langsung mengatakan bahwa karunia mujizat sudah berhenti, namun memberikan dasar untuk memahami bahwa karunia itu mungkin tidak lagi dibutuhkan.

17 Mei 2010

Menjadi saksi Kristus

Murid – murid Yesus mengalami kekuatiran yang sangat mendalam pada saat mereka menyadari kalau Yesus akan naik kesorga meninggalkan mereka namun Yesus mengetahui segala kekuatiran dan kelemahan hati dari murid – muridNya, pada Kisah Para Rasul 1 : 7 – 8, Yesus menghibur hati murid – muridnya untuk tidak perlu takut, kuatir dan gelisah karena segala sesuatu punya waktu dan masanya dan semuanya hanyalah Bapa di sorga yang mengetahuinya, dan Dia berjanji tidak akan membiarkan mereka sendiri, mereka akan menerima kuasa melalui Roh Kudus yang akan menyertai, melindungi, memberi kuatan agar mereka menjadi Saksi Yesus diseluruh bumi.

Lewat Kematian, Kebangkitan dan Kenaikan Yesus, Allah ingin menebus manusia dari kuasa kegelapan dan mendamaikan manusia dengan DiriNYA supaya kita bisa  memberitakan injil keseluruh dunia,  mengusir setan, menumpangkan tangan dan  Menyembuhkan orang sakit , Yesus menyelamatkan kita selanjutnya memakai kita, mengutus kita  agar bisa menjangkau orang lain. (Markus 16:16-18).

Didunia ini  kita memiliki tugas dan tanggung jawab masing - masing.  Allah ingin kita memiliki pelayanan didalam tubuh Kristus. Sebagian dari tugas tersebut merupakan tanggung jawab yang kita pikul bersama semua orang Kristen lainnya. Yesus ingin agar kita menjadi  pembawa berita tentang kasih dan tujuan Allah bagi dunia. Allah yang maha tinggi adalah Allah yang dasyat untuk segala hasil karyanya. Kata dasyat menggambarkan sesuatu pekerjaan yang tak terlukiskan dan sulit untuk dilukiskan.
Banyak cara yang dipakai Tuhan agar kita mau bertobat dan menjumpai Tuhan antara lain masalah Rumah Tangga, Masalah keuangan, Sakit Penyakit, Pemutusan Hubungan Kerja dan lain sebagainya.

Bagaimana menjadi saksi Yesus dan melayani Yesus secara Efektif :

1.    MILIKI BELAS KASIHAN DARI ALLAH
Belas Kasihan adalah modal agar kita menjadi saksi untuk melayani atau melayani tanpa pamrih karena dengan belas kasihan kita akan jadi lebih bersungguh – sungguh dalam melayani. 2 Raja – raja 5 : 3 Perempuan itu timbul belas kasihnya dan Ia mengatakan pada tuannya untuk pergi pada nabi agar bisa didoakan dan disembuhkan. Kalau dihati kita ada balas kasihan maka dihati kita akan selalu memiliki kerinduan untuk melayani sampai orang – orang yang disekitar kita dicurahkan berkat dan melihat kemuliaan Allah. Lihat anak perempun itu bicara , Ia berani untuk melakukan tugasnya untuk bersaksi dan tugas untuk bersaksi tidak terbatas hanya untuk pendeta atau orang dewasa saja tapi itu adalah tugas kita semua. Mintalah pada Bapa agar diberikan hati yang penuh belas kasihan, makin besar belas kasihan makin besar kuasa Allah dinyatakan dan nama Yesus dipermuliakan.

2.    HARUS MEMILIKI KEMAUAN.
Menjadi saksi hidup bukan karena bisa atau tidak bisa, mau atau tidak mau. Karena Dia adalah Allah yang bertanggung jawab yang akan memperlengkapi kita. Roh Kudus dicurahkan pada kita agar kita segera bertindak dan jangan hanya berdiam diri. Sesaat sebelum Yesus naik kesurga Ia berpesan agar jangan bertindak / pergi dahulu tunggu sampai diperlengkapi dan saat Roh Kudus  dicurahkan segera bertindak dan berpencar untuk memberitakan injil. Begitu juga dengan kita bertindaklah agar  banyak jiwa yang diselamatkan, kita jangan hanya berpangku tangan. Lakukanlah seperti apa yang Tuhan perintahkan Tumpang Tangan, minta kesembuhan dan kuasa Allah akan dicurahkan. Sembuh atau tidak orang yang kita doakan itu jangan kita pikirkan lakukan saja dan biarkan Tuhan yang bertindak, Roh Kudus  dan iman orang tersebut yang akan menyembuhkan mereka.
Iman timbul dari pendengaran, Pendengaran akan firman Tuhan tapi  bagaimana orang bisa percaya kalau injil tidak diberitakan, janganlah membatasi diri saat kuasa Allah ada dalam kita, bergeraklah biarkan Kuasa Allah bekerja secara dasyat. orang sakit dan mereka yang berada dalam masalah selalu berada dalam persimpangan.  Tidak ada salahnya kita mempraktekkan Iman kita agar banyak jiwa yang boleh diselamatkan.

3.    HARUS ADA PENGORBANAN (1 Korintus 9 : 19 – 23 )
Dasar dari pelayanan adalah pengorbanan. Lihatlah Yesus, Ia rela meninggalkan tahtaNya disorga untuk melayani. Disetiap usaha kita selalu membutuhkan pengorbanan, Kita mengorbankan tenaga kita, korban perasaan, Korban Materi, bahkan ada yang sampai mengorbankan nyawanya. Namun dimana ada darah ditumpahkan disitu banyak jiwa yang akan tumbuh.

4.    MILIKI ETIKA YANG BAIK
Penting bagi itu memiliki etika yang baik apa lagi dalam hal melayani karena kita diperhadapkan pada jemaat yang kadang – kadang ingin menjebak kita. Kita tidak boleh terlalu mengikuti kemauan jemaat karena kadang – kadang itu yang akan membawa kita jatuh kedalam pencobaan. Namun kalau kita mempunyai pendirian yang kuat yang berakar dalam Yesus Kristus dan selalu melekat pada Yesus, dalam dihati kita selalu berpikir yang positif dan bertindak sesuai dengan kehendak Yesus maka kita akan dijauhkan dari segala godaan  - godaan yang akan menyeret kita dalam pribadi yang tidak menyenangkan hati Tuhan.

5.    HARUS ADA KERJA SAMA
Perempuan itu melakukan semampu dia dan dia sudah melakukan bagiannya sesuai kapasitasnya.  Setiap kita mempunyai kemampuan atau kelebihan masing – masing  lakukan semampu kita bersama tenam – teman seiman karena seseorang yang berhasil bukan karena kekuatannya sendiri tapi didukung oleh orang – orang yang ada disekitarnya. Kerja sama yang baik maka akan menghasilkan sesuatu yang baik pula.

Yesus naik kesorga untuk membebaskan kita dari tawanan, memang secara  fisik kita tidak hidup dalam penjara namun kita hidup sebagai tawanan dalam penjara emosi (Kita cepat emosi dan mudah tersinggung kalau ada orang yang menegor kita), Penjara Keserakahan, Penjara kesombongan, Penjara kesetiaan (Sudah mempunyai pasangan : istri / suami tapi masih saja mencari pasangan diluar) namun lewat kuasaNya kita diberi penolong yaitu Roh Kudus untuk membebaskan kita dari tawanan kuasa kegelapan yang mengikat kita saat ingin berbuat baik. Dia naik kesurga untuk memulihkan segala sesuatu (Efesus 4:10) Yesus  NAIK kesorga untuk menyediakan tempat dan terlebih dari pada itu agar firman yang sudah dinubuatkan bisa digenapi dan kita bisa mengerjakan apa yang sudah pernah Yesus kerjakan.

Menjadi saksi adalah tugas kita, dimanapun kita berada, kemanapun kaki kita melangkah, lakukanlah yang terbaik sesuai dengan kehendak Yesus. Kita tak perlu ragu dan gentar  karena Roh Kudus menyertai kita senantiasa. Dia akan menolong kita, memberikan kekuatan untuk menaklukkan musuh, Dia akan menolong kita untuk melepaskan diri dari kuasa kegelapan, Dia memampukan kita untuk bisa mengusir setan dan menyembuhkan orang sakit. Yakinlah bahwa kita tidak ditinggal sendiri Yesus dengan perantara Roh Kudus  akan selalu bersama kita. Yesus Memberkati.


Tondano, Mei 2010
Penulis : Adeleida  Paula Tampa
E-mail    : Adeleidapaula@rocketmail.com

14 Mei 2010

Peranan Roh Kudus bagi orang percaya

Dari semua karunia yang diberikan Allah kepada manusia, tidak ada yang lebih berharga dari kehadiran Roh Kudus. Roh Kudus memiliki banyak fungsi, peranan dan kegiatan. Pertama, Dia bekerja dalam hati semua orang di manapun mereka berada. Yesus memberitahu murid-muridNya bahwa Dia akan mengutus Roh Kudus ke dalam dunia untuk, “menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yohanes 16:7-11). Setiap orang memiliki “kesadaran akan Allah” baik mereka akui atau tidak, karena Roh Kudus menerapkan kebenaran Allah dalam pikiran manusia untuk meyakinkan mereka dengan argumen-argumen yang cukup dan beralasan bahwa mereka adalah orang-orang berdosa.

Begitu kita diselamatkan dan menjadi milik Allah, Roh Kudus berdiam di dalam hati kita untuk selamanya, memeteraikan kita dengan meneguhkan, mengesahkan dan menjamin keadaan kekal kita sebagai anak-anakNya. Yesus berkata bahwa Dia akan mengirimkan Roh Kudus untuk menjadi Penolong, Penghibur dan Penuntun. “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya” (Yohanes 14:16) Kata Yunani yang diterjemahkan “Penolong” berarti seseorang yang dipanggil untuk berjalan bersama, dan mempunyai pengertian seseorang yang memberi dorongan dan nasihat. “Berdiam” berhubungan dengan tinggalnya Roh Kudus secara permanen dalam hati orang-orang percaya (Roma 8:9; 1 Korintus 6:19, 2; 12:13). Yesus memberi Roh Kudus sebagai “kompensasi” untuk ketidakhadiranNya, untuk melaksanakan fungsi yang Yesus ingin lakukan bagi kita kalau saja Dia berdiam secara pribadi dengan kita.

Di antara fungsi-fungsi itu adalah pengungkap kebenaran. Kehadiran Roh Kudus dalam diri kita memungkinkan kita untuk memahami dan menafsirkan Firman Tuhan. Yesus memberitahu murid-muridNya, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran” (Yohanes 16:13). Dia mengungkapkan isi hati Allah sehubungan dengan ibadah, doktrin dan kehidupan Kristen. Dia adalah Penuntun yang paling utama, berjalan di depan, memimpin, menyingkirkan rintangan, membuka pengertian, dan memastikan segala sesuatunya jelas. Dia memimpin dalam jalan yang harus kita jalani dalam semua hal rohani. Tanpa penuntun semacam ini, kita dapat jatuh dalam kesalahan. Bagian krusial dari Kebenaran yang Dia ungkapkan adalah bahwa Yesus adalah sesuai dengan apa yang Dia katakan (Yohanes 15:26; 1 Korintus 12:3). Roh Kudus meyakinkan kita akan keillahian dan keanakan Kristus, inkarnasiNya, Kristus sebagai Mesias, penderitaan dan kematianNya, kebangkitan dan kenaikanNya, pemuliaanNya di sebelah kanan Allah, dan perannya sebagai Hakim dari segalaNya. Dia memuliakan Kristus dalam segala hal (Yohanes 16:14).

Perannya yang lain adalah pemberi karunia. 1 Korintus 12 menggambarkan karunia-karunia rohani yang diberikan kepada orang-orang percaya agar kita dapat menjalankan fungsi sebagai tubuh Kristus dalam dunia. Semua karunia ini, baik besar maupun kecil, adalah pemberian Roh Kudus agar kita dapat menjadi duta besar-duta besarNya kepada dunia, menunjukkan anugrahNya dan memuliakan Dia.

Roh Kudus juga berperan sebagai penghasil-buah dalam kehidupan kita. Ketika Dia mendiami kita, Dia mulai menuai buahNya dalam kehidupan kita – kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Galatia 5:22-23). Ini bukanlah hasil pekerjaan daging kita, yang tidak mampu untuk menghasilkan buah semacam ini, namun adalah hasil dari kehadiran Roh Kudus dalam kehidupan kita.

Mengetahui bahwa Roh Kudus dari Allah telah berdiam dalam kehidupan kita, bahwa Dia melakukan semua peran yang ajaib ini, bahwa Dia berdiam dengan kita untuk selamanya dan tidak akan pernah meninggalkan atau mengabaikan kita adalah merupakan alasan untuk sukacita dan penghiburan yang besar. Puji Tuhan untuk anugrah yang berharga ini – Roh Kudus dan karyaNya dalam hidup kita.

12 Mei 2010

Yesus Naik Kesorga, sebagai Bukti Dia akan datang!

Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya adalah pengharapan dari orang-orang percaya bahwa Tuhan mengontrol segala sesuatunya dan setia pada janji-janji dan nubuatan dalam FirmanNya. Pada kedatanganNya yang pertama, Yesus Kristus datang ke dunia ini sebagai seorang bayi di palungan di Betlehem, sebagaimana dinubuatkan. Yesus memenuhi banyak nubuat mengenai Mesias dalam kelahiran, hidup, pelayanan, kematian dan kebangkitanNya. Namun ada beberapa nubuat mengenai Mesias yang Yesus belum genapi. Kedatangan Kristus Kedua Kali akan merupakan kembalinya Kristus untuk memenuhi semua nubuat yang masih tersisa ini. Pada kedatanganNya yang pertama kali, Yesus datang dalam keadaan yang sangat sederhana. Pada kedatanganNya yang kedua kalinya, Yesus akan datang dengan bala tentara Surga mengiringi Dia.

Para nabi Perjanjian Lama tidak membedakan kedua kedatangan ini. Hal ini dapat dilihat pada ayat-ayat seperti Yesaya 7:14; 9:6-7 dan Zakharia 14:4. Akibat dari nubuat yang sepertinya berbicara mengenai dua individu banyak sarjana Yahudi yang percaya bahwa akan ada Mesias yang menderita dan Mesias yang menang. Apa yang mereka tidak pahami adalah bahwa Mesias yang sama akan memenuhi kedua peranan ini. Yesus menggenapi peran dari hamba yang menderita (Yesaya 53) pada kedatanganNya yang pertama. Yesus akan menggenapi peran sebagai Pembebas dan Raja Israel pada kedatanganNya yang kedua. Zakharia 12:10 dan Wahyu 1:7 menggambarkan Kedatangan yang Kedua Kali, mengenang kembali saat Yesus ditikam. Israel, dan seluruh dunia, akan meratap karena tidak menerima Mesias saat Dia datang untuk pertama kalinya.

Setelah Yesus naik ke Surga, para malaikat memberitahukan para rasul, "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11). Zakharia 14:4 mengidentifikasikan tempat Kedatangan yang Kedua Kalinya sebagai Bukit Zaitun. Matius 24:30 menyatakan, “Pada waktu itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan semua bangsa di bumi akan meratap dan mereka akan melihat Anak Manusia itu datang di atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya.” Titus 2:13 menggambarkan Kedatangan yang Kedua Kalinya sebagai “pernyataan kemuliaan.”

Kedatangan yang Kedua Kali dibicarakan dengan terperinci dalam Wahyu 19:11-16, “ Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: "Yang Setia dan Yang Benar", Ia menghakimi dan berperang dengan adil. Dan mata-Nya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri. Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: "Firman Allah." Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan memakai lenan halus yang putih bersih. Dan dari mulut-Nya keluarlah sebilah pedang tajam yang akan memukul segala bangsa. Dan Ia akan menggembalakan mereka dengan gada besi dan Ia akan memeras anggur dalam kilangan anggur, yaitu kegeraman murka Allah, Yang Mahakuasa. Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu: "RAJA SEGALA RAJA DAN TUAN DI ATAS SEGALA TUAN"” (Wahyu 19:11-16).

Bukti Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus

Alkitab memberikan bukti-bukti konklusif bahwa Yesus benar-benar bangkit. Kebangkitan Kristus dicatat dalam Matius 29:1-20; Markus 16:1-20; Lukas 24:1-53 dan Yohanes 20:1-21:25. Yesus yang bangkit juga nampak dalam kitab Kisah Rasul (Kisah Rasul 1:1-11). Dari bagian-bagian Alkitab ini Anda dapat memperoleh beberapa ”bukti” dari kebangkitan Kristus. Perhatikan saja perubahan dramatis dari para murid. Dari orang yang ketakutan dan bersembunyi dalam rumah, mereka beubah menjadi kelompok yang berani dan memberitakan Injil di seluruh dunia. Bagaimana mungkin Anda menjelaskan perubahan sedramatis ini kalau bukan Kristus yang sudah bangkit memperlihatkan diri kepada mereka?

Coba lihat kehidupan dari Rasul Paulus. Apa yang mengubah dia dari penganiaya gereja menjadi rasul bagi gereja? Hal itu terjadi ketika Kristus yang bangkit memperlihatkan diri kepadaNya di jalan menuju ke Damsyik (Kisah Rasul 9:1-6). ”Bukti” lain yang meyakinkan adalah kubur yang kosong. Jikalau Kristus tidak dibangkitkan, di mana tubuhNya? Para murid dan orang-orang lainnya melihat kubur di mana Kristus dikuburkan. Ketika mereka kembali lagi, tubuhNya tidak lagi di sana. Malaikat-malaikat menyatakan bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati sebagaimana dijanjikanNya (Matius 28:5-7). Bukti lain dari kebangkitan adalah banyaknya orang yang melihat Yesus yang bangkit (Matius 28:5,9, 16-17; Markus 16:9; Lukas 24:13-35; Yohanes 20:19, 24, 26-29; 21:1-14; Kisah Rasul 1:6-8; 1 Korintus 15:5-7).

Ayat kunci mengenai kebangkitan Kristus adalah 1 Korintus 15. Dalam pasal ini, rasul Paulus menjelaskan mengapa penting untuk mengerti dan percaya pada kebangkitan Kristus. Kebangkitan Kristus penting karena alasan-alasan berikut ini: (1) Jikalau Kristus tidak dibangkitkan dari antara orang mati, orang-orang percaya juga tidak akan dibangkitkan (1 Korintus 15:12-15). (2) Jika Kristus tidak dibangkitkan dari antara orang mati, pengorbananNya untuk dosa tidak akan cukup (1 Korintus 15:16-19). Kebangkitan Yesus membuktikan bahwa kematianNya diterima oleh Allah sebagai penebusan untuk dosa-dosa kita. Jikalau Yesus hanya sekedar mati dan tidak bangkit, hal itu mengindikasikan bahwa pengorbananNya tidaklah cukup. Akibatnya, dosa tidak akan diampuni dan tidak akan ada kebangkitan (1 Korintus 15:16-19) – tidak akan ada hidup kekal (Yohanes 3:16). “Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1 Korintus 15:20). Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati – Dia adalah buah sulung dari kebangkitan kita.

(3) Semua orang yang percaya kepadaNya akan dibangkitkan kembali untuk hidup dalam kekekalan sebagaimana Kristus sudah bangkit (1 Korintus 15:20-23). 1 Korintus 15 menjelaskan bagaimana kebangkitan Kristus membuktikan kemenanganNya atas dosa, dan memberikan kita kuasa untuk hidup berkemenangan atas dosa (1 Korintus 15:24-34). (4) Kebangkitan Kristus memperlihatkan kita kemuliaan dari tubuh kebangkitan yang akan kita terima (1 Korintus 15:35-49). (5) Kebangkitan Kristus menyatakan bahwa sebagai hasil dari kebangkitanNya, semua yang percaya padaNya akan mengalahkan maut (1 Korintus 15:50-58). Betapa mulianya kebangkitan Kristus! “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Korintus 15:58).

Saat tepat menerima Roh Kudus

Rasul Paulus dengan jelas mengajarkan bahwa kita menerima Roh Kudus pada saat kita percaya pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita. 1 Korintus 12:13 mengatakan, “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” Roma 8:9 memberitahu kita bahwa jika seseorang tidak memiliki Roh Kudus, dia bukan milik Kristus - “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” Efesus 1:13-14 mengajar kita bahwa Roh Kudus adalah meterai keselamatan bagi setiap orang yang percaya, “Di dalam Dia kamu juga—karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu—di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.”

Dari ketiga ayat Alkitab ini jelas bahwa Roh Kudus pastilah diterima pada saat keselamatan. Paulus tidak bisa mengatakan bahwa kita semua telah dibaptiskan oleh satu Roh dan semua minum dari satu Roh jika tidak semua orang percaya di Korintus memiliki Roh Kudus. Roma 8:9 bahkan lebih tegas. Jika seseorang tidak memiliki Roh Kudus, dia bukan milik Kristus. Memiliki Roh Kudus adalah tanda pengenal dari keselamatan. Selanjutnya, Roh Kudus tidak mungkin menjadi ”meterai keselamatan” (Efesus 1:13-14) jika Roh Kudus tidak diterima pada saat keselamatan. Banyak ayat Alkitab yang jelas sekali memperlihatkan bahwa keselamatan kita terjamin pada saat kita menerima Kristus sebagai Juruselamat.

Diskusi ini kontroversial karena pelayanan Roh Kudus sering disalah mengerti. Penerimaan/berdiamnya Roh Kudus terjadi pada momen keselamatan. Kepenuhan Roh Kudus adalah suatu proses yang terus berlanjut dalam kehidupan Kristiani. Walaupun kami percaya bahwa baptisan Roh Kudus juga terjadi pada momen keselamatan, ada orang-orang Kristen lainnya yang tidak percaya hal itu. Akibatnya, kadang-kadang baptisan Roh dikacaukan dengan ”menerima Roh Kudus” sebagai sesuatu yang terjadi berikutnya sesudah orang diselamatkan. Sebagai kesimpulan, bagaimana kita menerima Roh Kudus? Kita menerima Roh Kudus dengan percaya pada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita (Yohanes 3:5-16). Kapankah kita menerima Roh Kudus? Roh Kudus menjadi milik kita secara permanen saat kita percaya.

6 Mei 2010

The plan of salvation

Are you hungry? Not physically hungry, but do you have a hunger for something more in life? Is there something deep inside of you that never seems to be satisfied? If so, Jesus is the way! Jesus said, “I am the bread of life. He who comes to me will never go hungry, and he who believes in me will never be thirsty” (John 6:35).

Are you confused? Can you never seem to find a path or purpose in life? Does it seem like someone has turned out the lights and you cannot find the switch? If so, Jesus is the way! Jesus proclaimed, “I am the light of the world. Whoever follows me will never walk in darkness, but will have the light of life” (John 8:12).

Do you ever feel like you are locked out of life? Have you tried so many doors, only to find that what is behind them is empty and meaningless? Are you looking for an entrance into a fulfilling life? If so, Jesus is the way! Jesus declared, “I am the gate; whoever enters through me will be saved. He will come in and go out, and find pasture” (John 10:9).

Do other people always let you down? Have your relationships been shallow and empty? Does it seem like everyone is trying to take advantage of you? If so, Jesus is the way! Jesus said, “I am the good shepherd. The good shepherd lays down his life for the sheep. I am the good shepherd; I know my sheep and my sheep know me” (John 10:11, 14).

Do you wonder what happens after this life? Are you tired of living your life for things that only rot or rust? Do you sometimes doubt whether life has any meaning? Do you want to live after you die? If so, Jesus is the way! Jesus declared, “I am the resurrection and the life. He who believes in me will live, even though he dies; and whoever lives and believes in me will never die” (John 11:25-26).

What is the way? What is the truth? What is the life? Jesus answered, “I am the way and the truth and the life. No one comes to the Father except through me” (John 14:6).

The hunger that you feel is a spiritual hunger, and can only be filled by Jesus. Jesus is the only one who can lift the darkness. Jesus is the door to a satisfying life. Jesus is the friend and shepherd that you have been looking for. Jesus is the life—in this world and the next. Jesus is the way of salvation!

The reason you feel hungry, the reason you seem to be lost in darkness, the reason you cannot find meaning in life, is that you are separated from God. The Bible tells us that we have all sinned, and are therefore separated from God (Ecclesiastes 7:20; Romans 3:23). The void you feel in your heart is God missing from your life. We were created to have a relationship with God. Because of our sin, we are separated from that relationship. Even worse, our sin will cause us to be separated from God for all of eternity, in this life and the next (Romans 6:23; John 3:36).

How can this problem be solved? Jesus is the way! Jesus took our sin upon Himself (2 Corinthians 5:21). Jesus died in our place (Romans 5:8), taking the punishment that we deserve. Three days later, Jesus rose from the dead, proving His victory over sin and death (Romans 6:4-5). Why did He do it? Jesus answered that question Himself: “Greater love has no one than this, that he lay down his life for his friends” (John 15:13). Jesus died so that we could live. If we place our faith in Jesus, trusting His death as the payment for our sins, all of our sins are forgiven and washed away. We will then have our spiritual hunger satisfied. The lights will be turned on. We will have access to a fulfilling life. We will know our true best friend and good shepherd. We will know that we will have life after we die—a resurrected life in heaven for eternity with Jesus!

“For God so loved the world that he gave his one and only Son, that whoever believes in him shall not perish but have eternal life” (John 3:16).

Have you made a decision for Christ because of what you have read here? If so, please click on the "I have accepted Christ today" button below.

5 Mei 2010

Racial & Religious Harmony

From Site:http://www.konghee.com/www/2009/08/racial-religious-harmony/

On August 16, 2009, I was invited to the National Day Rally held at the NUS University Cultural Center. The National Day Rally is akin to the State of the Union Address delivered by the President of the United States. In our case, it is an annual address that the Prime Minister of Singapore makes to the entire nation.
That night, I was seated on the second row, directly behind Rustom Ghadiali, the vice-president of the Inter-Religious Organization. Among those around me were the Methodist bishop and the Catholic archbishop, Buddhist monks and Muslim leaders. I must say that I was very impressed by the podium design, multimedia incorporation and technological gadgetry that PM Lee Hsien Loong used. The discipline and excellence in which the entire NDR was organized is indeed commendable.
This year is the 50th anniversary of Singapore’s self-government. The PM spoke first in Malay and then in Chinese. The following two hours, he spoke in English, issuing a call for unity across different races and religions. I was amazed by the content of the PM’s speech as it is consistent with the value and philosophy of ministry we practice in City Harvest Church. In a sense, it is comforting to know that our approach is not antagonistic to the society we are planted in and seeking to reach.
PM Lee: Critical to our long-term success is maintaining social cohesion, particularly racial and religious harmony. We have discussed potential fault lines in our society – between rich and poor; between Singaporeans and new arrivals. But the most visceral and dangerous fault line is race and religion.
As far as racial harmony is concerned, this should be second nature to us Christians. The Bible says, “There is neither Jew nor Greek, there is neither slave nor free, there is neither male nor female; for you are all one in Christ Jesus” (Gal. 3:28). Jesus Himself exhorts us to “go therefore and make disciples of all the nations (Matt. 28:19). That word “nations” (Gr. ethnos) literally means people of diverse races and ethnicity. We can’t reach them with God’s love if we don’t engage, befriend and build meaningful relationships with people of various cultures and customs. God created the world as a collage of various colors, hues, “nations, tribes, peoples, and tongues” (Rev. 7:9-10). For us to live and operate within our own racial enclave is certainly against the spirit of New Testament Christianity. One of the things I am very proud of about City Harvest Church is that our membership is made up of 24 different nationalities (based on a 2007 internal survey), and within them a further multiplied variety of ethnic races. This racial mix enriches us and gives us a more global outlook as a community.
PM: [In a multi-religious society, we] need good sense and tolerance by all sides, and a willingness to give and take. Otherwise whatever the rules, there will be no end of possible causes of friction—noise, parking, joss sticks, stray ashes, dog hair, etc.
We have been saying for years that God expects His people to thrive and prosper even as they mingle with people of different faiths. A good example is Jeremiah 29, when the Jews were in exile in Babylon. The Babylonians had thousands of gods that its citizens worshiped and revered, with religious values that were diametrically opposed to that of the Jews. Yet, God instructed His people,

“Build houses and dwell in them; plant gardens and eat their fruit. Take wives and beget sons and daughters; and take wives for your sons and give your daughters to husbands, so that they may bear sons and daughters—that you may be increased there, and not diminished. And seek the peace of the city where I have caused you to be carried away captive, and pray to the Lord for it; for in its peace you will have peace” (Jer. 29:5-7).
They were to put down their roots, establish businesses and profit from them. They were to assimilate themselves fully into the culture by raising their families, to increase and not diminish in their presence and contribution to the society. They were not to be antagonistic as a community but to seek the peace and prosperity of the world God had placed them in, knowing that if their city prospered, they too would prosper. It was precisely in that setting of a multi-religious culture that God promised His people,

“For I know the thoughts that I think toward you, says the Lord, thoughts of peace and not of evil, to give you a future and a hope” (29:11).
This is a promise to all Christians who are living in this present world. In fact, our greatest value to God is right here in our society, not when we get to heaven. Truth be told, heaven is just a temporary holding place for us before we return to earth to rule and reign with Christ. Like the Bible heroes Joseph, Daniel and Esther, we need to adopt a non-antagonistic stance toward our multi-religious world. Relationship precedes ministry. In our interface with people of different faiths, the central issue is always one of trust. Do non-Christians trust us enough for us to speak truth, wisdom and blessing into their lives?
The PM talked about “noise, parking, joss sticks, stray ashes, dog hair, etc.” Let us ensure that our weekly cell group meetings are not a constant source of noise pollution and nuisance to our neighbors. Let us not park indiscriminately (or illegally) when we come for church gatherings. Let us live the words of Jesus Christ to love our neighbors as ourselves (Matt. 22:39). May our neighborliness and consideration be evident to all.
PM: In itself, there is nothing wrong with people becoming more religious. Religion is a positive force in human societies. It provides spiritual strength, guidance, solace and a sense of purpose to many, especially in our fast-changing and uncertain world. But stronger religious fervor can have side effects which must be managed carefully, particularly in a multi-religious society. [For example:]Aggressive proselytization: pushing one’s religion on others, causing nuisance and offence … the distribution of Christian tracts with contents that are offensive to other faiths … Groups trying to convert very ill patients in hospitals.
The PM is certainly not against conversion or the sharing of our faith, but he is exhorting us to do it in a civil manner. In our zeal to win others to Christ, we should not be “pushing” our faith on others, “causing nuisance and offence.” I can’t agree with him more. Never once in the Gospels do we find Jesus scolding, shaming or condemning people into believing in Him. If Jesus ever got agitated, it was always to rebuke the religious scribes and Pharisees in the synagogues—people who shared His belief, who had the form but not the substance of the faith. But when it comes to the general public, Jesus was considered a friend to those whose lifestyle and religious beliefs were very different from His (Matt. 11:19, Luke 7:34). He was a natural in befriending, relating and communicating with them.
We see the same with Paul when he was in Athens. Though he was in a city whose citizens worshiped many different gods and idols (Acts 17:16), Paul remained gracious and polite in his interaction with the Athenians, even commending them for their religious longing (17:22). Sure, he was uncompromising in his presentation of the gospel, but he did it with great sensitivity, civility and in a non-pressuring manner, allowing his newfound friends to decide for themselves if they wanted to embrace his faith (17:32-34).
“Evangelism” is the sharing of good news. It is a good word. This term is even used in secular arenas today. For example, Google has a “chief internet evangelist,” tasked to promote and market the products and services Google is offering. On the other hand, the word “proselytization” evokes a negative connotation. It is the inordinate, overly zealous pushing of one’s religion at the expense of causing offense. In some societies without religious freedom, proselytization is the enforced conversion of the masses by the dominant local religion. It is insensitive and borders on harassment. Personally, I get very upset if someone aggressively tries to push his religious belief upon me or puts down my own Christian beliefs. Just like the indiscriminate touting of commercial products by insensitive salespeople at shopping malls can be irritating, proselytization is a huge turn off to many.
The way we grow CHC is not by “selling” the gospel, but by “serving” people. Jesus gives us the New Testament model of effective evangelism in Luke 10. He says that whenever we interface with nonbelievers, we must learn to be gracious, to bless and be encouraging in our words (10:5). We should build a genuine friendship with the people of different faiths, fellowshiping and sharing meals with them (10:7). We must then seek to serve them and meet their practical needs (10:9). And only when their hearts are open to us can we share the gospel of the kingdom of God to them (10:9). The pattern is clear: be gracious, befriend, meet needs, and then when they are open, share the gospel. Again, the underlying principle is clear—relationship precedes ministry.
The impersonal, indiscriminate “handbill saturations” done by Singapore churches in the 1980s have never proven to be effective. Instead, it has made a nuisance out of Christians in the community, giving us the image of being an overzealous bunch of religious fanatics. Yes, as Christians, we do believe that people without Christ will go into a godless eternity; but there is always a right time and a right way of sharing the gospel to nonbelievers. When we serve people lovingly and unconditionally with no ulterior motives, the opportunity to evangelize will naturally present itself.
PM: Intolerance—not respecting the beliefs of others, or accommodating others who belong to different religions, sometimes even within same families. Children who have converted from their parents’ religion, and decline to fulfill funeral rites of parents, or even stay away from the funerals [is] the ultimate unfilial act.
Again, Bible heroes like Joseph, Daniel, Esther and Paul have proven that being with people of different faiths does not “contaminate” their spiritual purity to God. Joseph had a diviner’s cup given to him by the Pharaoh (Gen. 44:5). Daniel worked among the magicians and sorcerers of Babylon (Dan. 4:7-9; 5:11-12). Esther was a beauty queen who lived in the harem of the Persian king (Esther 2). Being with Athenian idol worshipers didn’t mean that Paul had become one himself (Acts 17:16-17).
In fact, one of the greatest ways to demonstrate the reality of Christ is by loving people who are radically different from you (John 13:34-35). Loving people means accepting them just the way they are and treating them with respect even when you don’t agree with them.
The PM talked about filial piety. Honoring our parents is not only an Asian culture, it is a sacred biblical value. The Fifth Commandment states, Honor your father and your mother, as the Lord your God has commanded you, that your days may be long, and that it may be well with you in the land which the Lord your God is giving you” (Deut. 5:16). To stay away from our parents’ or grandparents’ funerals because the rites are unchristian is truly the “ultimate unfilial act.” At moments of grief, as loving Christians, we need to stand with our family and walk with them “through the valley of the shadow of death” (Ps. 23:4). We should “fear no evil”(grieving the Lord, being demonized, etc.) having the confidence that God is with us (23:5). Remember, we are already covered by the blood of Jesus Christ and have the Holy Spirit in us.
The trickier part is the fulfilling of funeral rites. This is where we need to be more spiritually discerning because not all portions of a funeral rite are religious or superstitious in nature. Showing honor and respect to the dead doesn’t mean you are worshiping them. Whenever possible, in the non-religious traditions, we should do them in solidarity with our families.
PM: Exclusiveness—segregating into separate exclusive circles, and not integrating with those of other faiths. This could be a direct preference to stay within own group or an indirect result of intolerance. Example, preferring not to share meals with others, or disapproving of yoga and taiji practices, because they allegedly contain religious elements.
First of all, Jesus tells us to share meals with nonbelievers (Luke 10:7). This should be a nonissue for us Christians.
But what about yoga and taiji? Yoga is often associated with Hinduism, and taiji with Taoism. But it is undeniable that the health elements of these physical disciplines are beneficial to the human body. So again, the question lies in whether is there anything religious in them. It all depends on the context they are practiced in and the instructors who teach them. In Singapore, as with many metropolitan cities around the world, yoga and taijiare taught as forms of physical fitness systems in sports gyms, just like aerobics and Pilates, devoid of any superstitious elements.
John Calvin (1509-1564), in his Commentary On First Corinthians, teaches that any good contribution by nonbelievers to society, as long as it is free from religious superstition, should be freely employed by Christians for his or her own enjoyment, for the glory of God.
I personally know of Spirit-filled pastors in Taiwan and Indonesia who regularly practiceqigong. They certainly don’t pray to idols, recite chants, believe in magical powers, or embrace Taoism. And they certainly don’t get possessed by demons. None of the Christian leaders I know who practice yoga and taiji regularly have lost their spiritual consecration to the Lord Jesus Christ.
But aren’t the roots of these ancient exercises unchristian or even anti-Christian? Well, if you go by that reasoning, then we shouldn’t even celebrate Christmas with Christmas trees. There is no dispute that the origin of Christmas trees is pagan. The ancient Egyptians decorated their homes with tree branches during the winter solstice as symbols of the afterlife. Heathen Greeks used them to worship their god, Adonia. Pagan Romans decorated their trees during their midwinter festivals in honor of the sun god. In Northern Europe, the ancient Germanic people tied fruit and attached candles to evergreen tree branches in honor of god Woden. (By the way, this is the deity after which Wednesday was named.)
In fact, the English Puritans long condemned the use of the Christmas trees, yule logs, hollies, mistletoes, etc. Oliver Cromwell preached against “the heathen traditions” of Christmas carols, decorated trees and any joyful expression that desecrated “that sacred event.” Yet, over the years, the Christmas tree has been “de-idolized” to become a major Christian symbol celebrating the birth of Christ. To people everywhere, it is a symbol of hope for the New Year and the future return of warmth to the earth. Churches today have “singing Christmas trees” and carols are sung to herald the birth of Christ. What originated as something totally unchristian has become very Christian over time.
Titus 1:15 says, To the pure all things are pure, but to those who are defiled and unbelieving nothing is pure; but even their mind and conscience are defiled.” Don’t do anything you are uncomfortable with in your heart. But at the same time, don’t condemn others who do not share your personal preferences or convictions, or think of them as lesser followers of Christ than you.
PM: All groups must exercise tolerance and restraint. Christians cannot expect Singapore to be a Christian society, ditto Muslims, Buddhists, Hindus and other groups. Many faiths share this island. Each has different teachings and practices. Rules which apply only to one group cannot be made into laws that apply to everyone. Muslims do not drink alcohol, but alcohol is not banned; ditto gambling, which several religions disapprove of. All must adopt “live and let live” as our guiding principle … Secondly, religion must stay separate from politics … Third, Government must remain secular. Government authority derives from the mandate of the people. Laws are not based on divine authority, but enacted by Parliament based on the public interest.
The Bible teaches repeatedly about the “royal law” (James 2:8), commonly known as the Golden Rule: treat others in the same manner you wish to be treated yourself. I often ask myself, as a Christian, if I live in a state whose dominant religion is say, Islam, Hinduism, Buddhism or Mormonism, do I want the values of those religions to be legislated as laws and imposed upon me? Definitely not. Even as a lover of the Holy Scripture, do I want the ceremonial, dietary and civil laws of Old Testament Judaism to be imposed on me? Definitely not. Now, putting myself in the shoes of the adherents of other faiths, how would they feel if they hear us spewing rhetoric about a Christian state where biblical commandments are enforced as law to all? I am sure the reaction would not be dissimilar to mine if the table is turned.
Look, even among the body of Christ we can’t all agree to the style and philosophy of ministry. If we have a Christian government seeking to establish a Christian state, whose denominational doctrine are we going to follow? Anglican? Baptist? Assemblies of God? Roman Catholic? Church of Christ? I shudder just to think of the amount of religious legalism that would be mandated upon Faith-Charismatic, contemporary churches if that happens.
Is it God’s will to have a Christian geopolitical state in this dispensation? I doubt it. Even after the resurrection, the ever zealous disciples asked Jesus, “Lord, will You at this time restore the kingdom to Israel?” To that, Jesus answered, “It is not for you to know times or seasons which the Father has put in His own authority” (Acts 1:6-7). Looking at the Holy Scripture, that is not going to happen anytime soon in this dispensation.
The beauty of a democracy is that human rights and freedom can be pursued for the common good of all. I believe in the separation of religion and politics. Christianity is a freewill religion. I wouldn’t want our commandments to be enforced on others who don’t follow the teachings of Christ. As much as he was persecuted for his faith, Paul didn’t advocate the overthrow of the oppressive Roman government.

Everyone must submit to governing authorities. For all authority comes from God, and those in positions of authority have been placed there by God. So anyone who rebels against authority is rebelling against what God has instituted, and they will be punished. For the authorities do not strike fear in people who are doing right, but in those who are doing wrong. Would you like to live without fear of the authorities? Do what is right, and they will honor you. The authorities are God’s servants, sent for your good. But if you are doing wrong, of course you should be afraid, for they have the power to punish you. They are God’s servants, sent for the very purpose of punishing those who do what is wrong. So you must submit to them, not only to avoid punishment, but also to keep a clear conscience. Pay your taxes, too, for these same reasons. For government workers need to be paid. They are serving God in what they do. Give to everyone what you owe them: Pay your taxes and government fees to those who collect them, and give respect and honor to those who are in authority. (Rom. 13:1-7)
Paul endorsed the secular state of Rome even with Nero Caesar on the throne. Paul teaches that we should submit to secular laws, pay taxes, respect and honor the political leaders in authority, even if they are secular in nature. In fact, Paul wants us to regularly pray for them.

Therefore I exhort first of all that supplications, prayers, intercessions, and giving of thanks be made for all men, for kings and all who are in authority, that we may lead a quiet and peaceable life in all godliness and reverence (1 Tim. 2:1-2).
When a secular state guarantees “The Four Freedoms” enshrined in the United Nation Human Rights Charter: (1) freedom of speech and expression, (2) freedom of worship, (3) freedom from poverty and lack, and (4) freedom from fear, the gospel can thrive in that society. I certainly wouldn’t want any government to legislate what I should believe, and how I should worship or carry out my faith. I greatly doubt that the unchurched public would appreciate us forcing them to embrace our spiritual convictions either. Let us continue to keep religion and politics separate as much as possible.
PM: [Concerning the recent AWARE controversy:] On homosexuality policy or sexuality education in schools, there can be strong differences in view; but government’s position on these issues is clear.
My position on this hot button issue is this: gay or straight, heterosexual, bisexual or homosexual, we want to introduce everyone to the love of Jesus Christ. But how are they going to encounter that if gays and lesbians perceive the Church as hostile toward their community? As the shepherd over my flock, I don’t want my members exposed to any unwelcome, predatory sexual advances made by anyone—be that person straight or gay. But if he or she doesn’t pose a direct, negative influence over the congregation, we should indeed adopt a “live and let live” attitude. We are all sinners saved by grace. I want City Harvest Church to focus on the issue of salvation, not sexual orientation. Once someone is saved, I trust the Word of God and the Holy Spirit to lead them into all truth and sanctification.
PM: Hence, we also invited religious leaders to be here with us tonight. Help your flocks to understand our limitations and guide them to practise their faith taking our context into account. Please teach them accommodation, as this is what all religions preach. I look forward to religious communities continuing to do good for Singapore.
“Tolerance,” “accommodation,” “mutual respect” and “being accepting” are all buzzwords of City Harvest Church. These are not foreign or new concepts to us. These are the values of new covenant Christianity. This is how we have always run CHC. They are an integral part of our DNA. In the last 20 years, we have grown our church by loving and serving people, not by knocking down other races, religions or communities. Let us continue to stay engaged to our culture as the salt and light of the earth (Matt. 5:13-16), promoting the common good for all.

Kristen dan Keyakinannya

1 Korintus 15:1-4 mengatakan, “Dan sekarang, saudara-saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri. Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu--kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya. Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci.”

Secara singkat itulah yang dipercaya oleh keKristenan. KeKristenan memiliki keunikan dibanding dengan iman kepercayaan lainnya karena keKristenan lebih berbicara mengenai hubungan dan bukan soal cara beragama. Tujuan seorang Kristen adalah berusaha berjalan lebih dekat dengan Allah Bapa dan bukan sekedar mengikuti daftar berbagai keharusan dan larangan. Hubungan ini dimungkinkan karena pekerjaan Yesus Kristus dan pelayanan Roh Kudus dalam hidup orang Kristen.

Orang-orang Kristen percaya bahwa Alkitab diilhamkan oleh Allah dan merupakan Firman Tuhan yang tanpa salah, dan pengajarannya memiliki otoritas tertinggi (2 Timotius 3:16; 2 Petrus 1:20-21). Orang-orang Kristen percaya kepada Allah yang esa dalam tiga pribadi, Bapa, Anak (Yesus Kristus) dan Roh Kudus.

Orang-orang Kristen percaya bahwa tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk memiliki relasi dengan Allah, namun dosa telah memisahkan semua orang dari Allah (Roma 5:12; Roma 3:23). KeKristenan mengajarkan bahwa Yesus Kristus pernah hidup di bumi ini, sepenuhnya Allah dan juga sepenuhnya manusia (Filipi 2:6-11), dan mati di salib. Orang-orang Kristen percaya bahwa setelah kematianNya di atas salib, Kristus dikuburkan, Dia bangkit kembali dan sekarang berada di sebelah kanan Bapa, berdoa syafaat bagi orang-orang percaya (Ibrani 7:25). KeKristenan menyatakan bahwa kematian Yesus di atas salib sudah cukup untuk membayar lunas hutang dosa dari segenap manusia dan memulihkan hubungan yang antara Allah dan manusia yang sebelumnya sudah putus (Ibrani 9:11-14; Ibrani 10:10; Roma 6:23; Roma 5:8).

Supaya dapat diselamatkan, seseorang hanya perlu menaruh imannya secara keseluruhan pada karya Kristus yang sudah diselesaikan di atas salib. Jika seseorang percaya bahwa Kristus telah mati baginya dan membayar harga dosa-dosanya, dan bangkit kembali, orang itu sudah diselamatkan. Tidak ada sesuatupun yang dapat dilakukan untuk mendapatkan keselamatan. Tidak ada seorangpun yang “cukup baik” untuk menyenangkan Tuhan dengan usahanya sendiri karena kita semua adalah orang-orang berdosa (Yesaya 64:6-7; 53:6). Selanjutnya tidak ada hal-hal lain yang masih perlu dilakukan karena Kristus telah mencukupkan segala yang dibutuhkan! Ketika Yesus disalibkan, Yesus berkata, "Sudah selesai" (Yohanes 19:30).

Sama seperti tidak ada yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan keselamatan, setelah seseorang percaya kepada karya Kristus di atas salib, tidak ada yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan keselamatannya. Ingat, karya keselamatan dikerjakan dan digenapi oleh Kristus! Tidak ada sesuatupun mengenai keselamatan yang tergantung pada orang yang menerimanya! Yohanes 10:27-29 mengatakan, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan [seorangpun] tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan [mereka] kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan [seorangpun] tidak dapat merebut [mereka] dari tangan Bapa.”

Mungkin ada orang yang berpikir, “Bagus, begitu saya diselamatkan, saya bebas melakukan apa saja yang saya mau dan tidak akan kehilangan keselamatanku!” Keselamatan bukan berarti bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Keselamatan adalah menjadi bebas dari perhambaan kepada pribadidosa dan bebas untuk membangun hubungan yang benar dengan Allah. Selama orang-orang percaya masih hidup dalam dunia ini dengan tubuh dosa mereka, akan senantiasa ada pergumulan dengan dosa. Hidup dalam dosa menghalangi hubungan Tuhan dengan manusia, dan selama seorang percaya hidup dalam dosa, dia tidak dapat menikmati hubungan yang Allah inginkan baginya. Namun demikian, orang-orang Kristen dapat memperoleh kemenangan dalam pergumulan melawan dosa dengan mempelajari dan menerapkan Firman Tuhan (Alkitab) dalam hidup mereka, dan dengan dikuasai oleh Roh Kudus, yaitu dengan menaklukkan diri kepada pimpinan dan gerakan Roh Kudus dalam situasi sehari-hari dan melalui pertolongan Roh Kudus menaati Firman Tuhan.

Jadi, sekalipun banyak agama menuntut seseorang melakukan hal-hal tertentu atau menghindari hal-hal tertentu, keKristenan adalah mengenai hubungan dengan Allah. KeKristenan adalah mengenai percaya bahwa Kristus mati di atas salib sebagai pembayaran untuk dosa kita sendiri dan kemudian bangkit kembali. Hutang dosa Anda telah dilunasi dan Anda dapat memiliki persekutuan dengan Allah. Anda dapat memperoleh kemenangan atas pribadidosa Anda dan berjalan dalam persekutuan dan ketaatan kepada Allah. Inilah keKristenan yang Alkitabiah dan sejati.

Followers