28 Mar 2010

Iman Yang Sejati


Ada perbedaan antara percaya dengan pikiran kita dan percaya dengan hati kita. Ada perbedaan antara menyetujui fakta tentang Kebenaran Firman Tuhan secara intelektual atau doktrinal dan memiliki iman akan Kebenaran Firman Tuhan. Rasul Paulus dalam suratnya menegaskan bahwa orang diselamatkan karena iman :

Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan (Roma 10:9-10).


Iman ada didalam hati (1Tim 3:8-9), dan jelas apa yang keluar dari mulut berasal dari hati tempat adanya iman (Mat 15:18). Ketika Yesus masih melayani didunia, Dia selalu mengajarkan betapa pentingnya iman bagi orang yang percaya untuk memperoleh Keselamatan (Mat 9:22). Tuhan Yesus datang bukan untuk menyembuhkan penyakit manusia dan memenuhi kebutuhan manusia tetapi untuk menyembuhkan apa yang menyebabkan penyakit manusia : dosa, dan memenuhi kebutuhan paling dasar daripada manusia : Keselamatan.

Iman lebih kuat dari sekedar percaya. Percaya berarti menyetujui secara intelektual atau terbukti dahulu secara fakta; beriman berarti menjadi tak terpisahkan dengan objek penyembahan kita. Kepercayaan dapat berubah atau hilang oleh argumentasi yang lebih kuat. Ini dapat dijelaskan dalam Injil Yohanes 20:25 tentang bagaimana Tomas sulit untuk percaya tanpa bukti yang nyata.

Perbedaan antara “percaya” dan “iman” adalah perbedaan antara orang yang bersungguh-sungguh dan orang yang berpura-pura, yang menipu dirinya sendiri untuk menenangkan hati nuraninya. Orang tanpa iman adalah ibarat mobil tanpa mesin. Meskipun mungkin penampilannya bagus, namun mobil itu tidak akan kemana-mana. Sekedar percaya hanya bersifat di permukaan dan hanya dapat menenangkan emosi. Iman adalah kuasa yang hidup, yang dapat memindahkan gunung yang menghalanginya. Iman semacam inilah yang memindahkan segala rintangan, namun tidak tergoyahkan oleh rintangan apapun. Iman yang sejati akan menduduki tanah perjanjian.

Padang Gurun atau Pencobaan adalah dimaksudkan untuk menguji iman dan membuatnya menjadi seteguh batu karang (Ul 8:2-3).Gejala paling menonjol yang merupakan musuh iman adalah menggerutu dan mengeluh. Orang yang mengeluh berarti telah kehilangan imannya; hatinya telah putus asa. Orang yang benar-benar beriman menghadapi rintangan sebagai kesempatan untuk meraih kemenangan yang lebih besar.Tetapi ini bukanlah optimisme buta yang antara lain persetujuan intelektual yang diajarkan oleh dunia dan yang menyamar sebagai iman yang sejati. Optimisme buta atau iman palsu akan layu terpanggang oleh panasnya padang gurun, namun iman yang sejati justru menjadi semakin kuat sewaktu suhu meningkat.

Iman adalah sesuatu yang batiniah (rohani), bukan lahiriah (Jasmani), ia tidak ditentukan oleh keadaan lahiriah (yang kelihatan/jasmani). Iman yang sejati tidak tergoyahkan oleh kekecewaan tetapi justru dikuatkan. Iman akan selalu mengubah kekecewaan menjadi kesempatan. Kalau kekecewaan membuat kita mengeluh maka pembinasa iman kitapun dilepaskan (Bil 11:1). Ujian yang beratlah yang akan menghasilkan iman yang sejati. Sesuatu itu diuji dahulu untuk bisa diberi nilai (2Kor13:8).

Iman yang sejati berjalan dan percaya pada sesuatu yang telah diselesaikan oleh Yesus, dan tidak akan patah semangat oleh segala sesuatu yang terjadi di dunia fana. Sangatlah penting untuk dipahami bahwa iman yang sejati bukanlah iman pada seseorang! Iman yang sejati mempunyai Objek dan Sumber kuasa yang jauh lebih besar daripada kita sendiri. Iman yang sejati tidak ditentukan oleh kualitas iman kita; iman yang sejati adalah iman kepada Allah ( Firman yang telah keluar dariNya).


Orang yang meletakkan imannya kepada diri sendiri hanya akan menyelesaikan hal-hal yang mementingkan diri sendiri. Keegoisan selalu membawa kepada penyesatan sama seperti Adam dan Hawa yang segera memusatkan perhatian kepada diri sendiri dan menyadari ketelanjangan mereka akibat buah pertama dari dosa mereka setelah mendengar nasihat iblis dan memakan buah terlarang. Sewaktu kita mulai melihat kepada diri sendiri (pengertian dan pengetahuan sendiri), kita akan kehilangan anugerah dan kuasa iman yang sejati.

Tuhan Yesus sendiri adalah teladan iman yang sejati dalam melaksanakan karya Bapa ketika masih di dunia. Ketika baru satu orang muridNya menerima wahyu tentang siapa diriNya, Ia menyatakan hal itu cukup sebagai dasar untuk membangun gerejaNya dan tibalah waktuNya untuk pergi ke kayu salib dan meninggalkan mereka ( Matius 16:15-21 ). Kemudian, sewaktu Dia sangat membutuhkan kesetiaan mereka, mereka semua kecuali satu orang terserak, mengkhianati dan menyangkali Dia. Yang paling tragis lagi Sang Pemimpin pun harus mati sebelum rencanaNya terwujud! Menurut pengamatan kita secara manusia, cara Dia memimpin, mempersiapkan para calon pemimpinNya dan kematianNya, jelas sekali adalah sebuah kekalahan besar dan hal itu tentu akan sangat menggoncangkan penalaran manusiawi kita.

Kelihatannya Ia sama sekali tidak mengerti prinsip manajemen yang baik! Itu adalah sebuah karya yang gagal, sama seperti penilaian kebanyakan orang pada masa kini. Mungkin saja kita lebih tahu untuk membangun dan mempersiapkan jemaat dengan memakai prinsip manajemen yang lebih baik daripada Dia, dan memang seperti itulah yang sedang terjadi dalam kehidupan bergereja sekarang ini. Tetapi kita lupa bahwa dengan rencanaNya, Ia menopang segala sesuatu dengan firmanNya yang penuh kuasa. Ia tetap berkeyakinan teguh bahwa gerejaNya akan menang atas alam maut dan bertahan hidup. Bahkan menjelang kematianNya, Dia berkata :” Sudah selesai!”( Yohanes 19:30 ) dan kita telah melihat buah dari keyakinanNya. Bagaimana bisa Ia memiliki keyakinan seperti itu? Karena keyakinanNya bukan kepada orang, sekalipun orang yang telah dipilh dan dilatihNya. PengharapanNya ada pada Roh Kudus, dan iniah yang disebut Iman yang sejati.

Bila seseorang memahami iman yang sejati, ia tidak pergi ke gereja; ia menjadi gereja . Iman para rasul diabdikan untuk membangun suatu bait bagi Tuhan, bait yang tidak mungkin dibangun dengan tangan manusia, dan hanya dapat diwadahi di dalam hati manusia. Para rasul dan nabi telah melihat rumah yang penuh dengan iman sejati, yang bukan dibangun oleh manusia, melainkan dibangun dari manusia. Iman yang sejati tidak menyembah bait Allah, melainkan menyembah Allah yang berdiam dalam baitNya. Orang-orang agamawi dangkal telah merendahkan iman yang sejati menjadi sekedar upacara dan bentuk-bentuk hampa yang menghancurkan jiwa manusia serta memusatkan perhatian kepada hal-hal yang lahiriah untuk berbakti kepada Allah. Justru orang-orang yang paling taat beragama dan warga negara paling terhormatlah yang menyalibkan Yesus. Demikian pula, lembaga yang paling agamawi dan yang paling terhormatlah yang sering menghancurkan iman yang sejati di dalam Dia. Konon, ketika Napoleon membaca Injil Yohanes, ia menyatakan bahwa Yesus adalah Si Penulis Injil tersebut! Napoleon menyadari bahwa kecerdasan yang ada di balik kekristenan sejati melampaui kemampuan kreatif intelektual manusia. Kemudian, ia melihat pada lembaga kristen saat itu dan melihat lembaga tersebut tidak mencerminkan Yesus yang disampaikan dalam Injil.

Iman yang sejati tidak mati di dalam suatu lembaga. Iman yang sejati adalah kekuatan yang tidak dapat dihancurkan. Iman melekat sedemikian kuat dengan diri orang itu, sehingga hanya dapat diambil oleh maut. Ia bahkan sanggup mengubah sejumlah nelayan yang tidak berpendidikan dan orang biasa menjadi pasukan yang paling dashyat dalam sejarah manusia. Kekuatan iman sejatilah yang menjadikan surat-surat yang ditulis oleh orang-orang sederhana ini mampu mempengaruhi sejarah jauh lebih hebat daripada pengaruh gabungan semua buku lainnya. Hanya dengan sebagian kecil iman sejati ini, hidup kita akan berubah amat radikal.

Bila orang-orang yang mempunyai iman yang sejati ini ditanya tentang iman mereka, mereka tidak akan menunjuk pada gedung atau organisasi, pada doktrin atau bahkan pada konsep tentang kebenaran, mereka menunjuk kepada Allah Yang Benar( Ibrani 11:6 ). Dan, orang-orang yang memiliki iman yang sejati inilah yang disebut orang benar dihadapan Allah : Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya ( Yohanes 7:18 ).

Penulis: Tomin Moiras
Email: tominmoiras@gmail.com

1 komentar :

  1. Rio Konco8/9/10

    Kalau kita berIMAN kepada Tuhan praktekkanlah tindakan kita menurut IMAN.
    Banyak orang beriman kepada Tuhan tetapi dalam prakteknya ia mengabungkan antara iman dan akal pikirannya.
    contohnya kita percaya akan adanya Tuhan walaupun kita belum pernah melihat Tuhan (ini adalah kita beriman kepada Tuhan), tetapi pada saat kita menghadapi persoalan, masalah dalam hidup kita, kita tidak mencari Tuhan atau kalau kita mencari Tuhan adakalanya kita meragukan kekuasaan Tuhan apakah Tuhan mau atau sanggupkah Tuhan menolong kita (ini adalah beriman secara logika/iman disertai akal pikiran).
    Jadi kalau kita percaya (beriman) kepada Tuhan Yesus,hiduplah menurut iman kita bahwa Tuhan Yesus sanggup dalam segala hal.Amin


    rio.konco@yahoo.com

    BalasHapus

Sertai Komentar anda dengan alamat e-mail

Followers